Cemburu Pada Iblis Dan Dajjal

Hai. Hmmm. Baik, jadi. Sebelum saya melanjutkan mengetik, pertama-tama saya ingin disclaimer dulu ya. Tulisan kali ini dibuat atas dasar kemerosotan iman.

Saya juga tidak yakin, saat ini ada di tahapan mana, atau sisa seberapa jengkal lagi. Namun, ibarat monyet yang tengah menikmati sunset di sore hari sambil menutup mata. Sekiranya ada angin sepoi-sepoi meniupnya, maka seketika itu juga si monyet akan langsung jatuh terjelungup dari ranting pohon.

Dan, yah, namanya juga monyet. Mana bisa dia menikmati pemandangan alam. Baginya, sama saja, baik itu sunset maupun sunrise. Itulah sebabnya, dia menutup mata, kan?

Kira-kira begitulah gambaran kondisi iman saya saat ini. Memprihatinkan. Oleh karena itu, jika Anda tidak menyukai pola pikir absurd yang kekafir-kafiran, alangkah baiknya Anda segera berpaling dari artikel ini. Segera temukan lebih banyak pilihan artikel berbobot lainnya yang saya tulis di website mewdavinci.com ini.

Meskipun, saya berkata demikian, saya tidak pernah berniat untuk mengusir Anda. Saya hanya menginformasikan poinnya, sebelum Anda kecewa.

Oke! Daripada berlama-lama, saya akan mulai saja, ya.

***

Cemburu pada iblis dan dajjal


Sebagai seseorang yang pernah memiliki Tuhan. Dan, mungkin sebenarnya saat ini masih merasa punya Tuhan. Saya kerap berpikir seperti ini: "Allah itu tebang pilih. Manusia dan jin gemar meng-kamuflasekan suatu keadaan yang tidak sesuai dengan kehendaknya demi kepentingan hati dan jiwanya."

Allah memang Maha Penyayang lagi Maha Pengasih. Kekuasaannya begitu luas sehingga tidak ada yang mampu menyamai-Nya. Allah Maha Penakluk dan itulah sebabnya, sekalinya Dia berkehendak, maka tidak akan pernah ada satu makhluk pun di muka bumi ini yang mampu menentang-Nya. Pasti tunduk. Pasti setuju. Pasti sehati. Pasti menurut.

Iblis yang katanya berani melawan perintah Allah, sejatinya tidak begitu juga. Iblis hanya melakoni perannya dalam adegan menentang Sang Maha Pencipta. Mengajukan argumen-argumen dengan sentimen arogansi, yang jika ditilik dari sudut pandang manusia bisa dinilai masuk akal.

Iblis menentang Allah. Kemudian harus menjalani hukuman yang pedih seumur hidup dan matinya tanpa dia benar-benar tahu alasan sebenarnya. Kenapa?

Sayangnya, sekalipun iblis dikaruniai ilmu dan pemahaman tentang itu pun, rasa-rasanya tidak akan berguna karena dia tetap akan menjalani lakonnya hingga batas waktu pentas yang telah ditetapkan secara ikhlas dan tidak mengeluh.

Jika saya berpikir seperti ini, maka sudah jelas bahwa seluruh ciptaan-Nya yang ada di bumi hingga ke langit hanyalah karakter buatan Tuhan. Termasuk benda-benda di dalamnya.

Layaknya komik. Allah adalah authornya. Dan kita semua sedang menjalankan plot masing-masing. Adegan-adegan yang ditampilkan di setiap panel akan menjadi show utama. Lalu, perpindahan dari scene satu ke scene dua akan menghasilkan ruang kosong, atau bisa kita sebut sebagai backstage: the unrevealed scene.

Peristiwa di backstage inilah yang sebenarnya membebaskan kita sebagai para karakter untuk melakukan banyak hal sesuka hati.

Apapun.

Bebas saja.

Anda mau kayang? Mau jadi hantu? Mau lompat dari tebing? Atau Anda mau memanfaatkan moment ini untuk berpikir?

Ups! Satu hal yang saya hampir lupa. Yaitu, di backstage, Anda dilarang bunuh diri. Kenapa? Karena pada scene yang anda tidak akan pernah tahu munculnya kapan, karakter Anda akan ditampilkan lagi pada lembaran komik itu.

Itulah sebabnya, jika Anda bunuh diri di backstage, kemudian upaya Anda berhasil, maka jalan ceritanya akan berubah ke plot alternatif.

Tidak hanya itu saja. Anda akan mendapatkan hukuman, yang jika ditinjau dari sudut pandang pribadi Anda, tidak adil. Tapi, bagi author-nya, hukuman yang diberikan kepada Anda tersebut merupakan balasan yang setimpal akibat membuatnya jengkel.

Ya. Itulah Allah. Dari sudut pandang saya.

***


Allah adalah Tuhan yang pilih kasih. Tebang pilih.

Mengapa?

Karena doa yang sama, jika dipanjatkan oleh orang yang bebeda, hasilnya juga akan berbeda. Sehingga mematahkan argumen "Semua jalan yang Allah pilihkan bagi kita adalah yang terbaik untuk kemaslahatan hidup kita di dunia hingga akhirat."

Saya pernah menginginkan sesuatu. Walaupun tidak mutlak sebagai keinginan saya sepenuhnya. Kejadian tersebut merupakan harapan orangtua, saudara, para guru, dan para sahabat. Saya akhirnya menyerah, dan memeluk harapan mereka dan menjadikannya sebagai harapan saya.

Saat itu terkesan mustahil untuk mendapatkan peluang itu kembali. Meski saya berdoa pagi, siang, malam, sepanjang hari, sepanjang pekan, sepanjang tahun, bahkan hingga tekad saya kian menipis, rupanya apa yang saya minta tidak kunjung terwujud.

Hingga akhirnya saya mulai berpikir dan mencoba jalur altenatif, yaitu minta didoakan oleh orangtua, guru, kakak, dan sahabat.

Demi Allah, hanya dalam hitungan minggu. Bahkan kurang dari 2 pekan saja, ajaibnya apa yang saya panjatkan, akhirnya terwujud.

Ini menjadi bukti yang kuat bagi saya bahwa pernyataan "jika doamu tidak diwujudkan Allah sesuai permintaanmu, maka yakinlah itu bukan yang terbaik untukmu. Maka pilihan Allah selalu yang terbaik," itu tidak benar.

Invalid.

Yang benar adalah: Semua keinginanmu bisa terwujud sesuai dengan kehendakmu, bergantung pada siapa yang meminta.

Pun, pernyataan, "jika Allah tidak juga mengabulkan permintaanmu, maka cek kembali diri Anda. Pasti ada yang salah. Mungkin itu karena dosa-dosa Anda yang begitu banyak menjadi penghalang terkabulnya doa. Atau cara Anda beribadah dan cara memintanya harus diperbaiki / ditingkatkan," juga tidak benar.

Lagi-lagi invalid.

Yang benar adalah: Semua yang Anda mau, pasti terwujud sesuai dengan permohonanmu, namun bergantung pada siapa yang meminta.

***


Iblis ingin ini dan itu. Allah kasih. Dajjal mau ini dan itu. Allah wujudkan. Padahal sejarah mencatat mereka sebagai pendosa. Artinya apa?

Artinya, amal ibadahmu juga dosa-dosamu, bukan penghalangmu, juga bukan wasilahmu. Jumlah kebaikan dan keburukanmu bukanlah indikator utama. Ukuran iman dan taqwa juga bukan penentu atas jawaban doa-doamu.

Yang menentukan adalah persona. Sosok yang meminta.

Tapi, ada satu hal yang wajib diingat. Yaitu, setiap karakter spesial ini memiliki satu ciri khas utama. Dan saya berani jamin bahwa hanya dengan memiliki kriteria ini saja maka kita bisa dianugerahi kemampuan para pemeran utama.

Namun, untuk mencapai taraf kriteria ini pun, karakter biasa bahkan karakter sampingan seperti saya ini, tidak mudah.

Yang harus saya lakukan agar bisa seperti pemeran utama adalah...

Yakin.

Iya, itu saja. Modal "yakin" saja. Sayangnya, karakteristik dan cara kerja otak manusia itu berbeda-beda. Ketimbang "yakin", manusia itu cenderung memanipulasi pikirannya sendiri seolah-olah dia "yakin". Padahal, tidak.

Atau, kadang malah terjadi sebaliknya. Dia mengatakan pada dirinya sendiri bahwa dia "ragu-ragu", padahal sebenarnya, sudah berada di taraf keyakinannya para karakter utama.

Persoalan selanjutnya adalah dimanakah para pemain utama meletakkan keyakinannya? Kalimat ringkasnya, apa yang diyakini?

Apakah dia yakin pada dirinya sendiri? Pada permintaannya? Misinya? Atau dia yakin pada rajanya?

Selanjutnya, berada di level mana tingkat keyakinan itu?

Saya harus berhati-hati ketika ingin meletakkan keyakinan tersebut, karena jika salah tempat, maka peluangnya akan semakin mengecil. Bahkan, berpotensi menggeser kewarasan saya.

***


Jadi, itulah sebabnya saya cemburu.

Sebenarnya, seyakin apa sih Iblis dan Dajjal ketika memohon sesuatu pada Rabb-nya? Meskipun, di pandangan mata kita, mereka terlihat seperti menafikan Allah. Meskipun, Allah tetapkan mereka sebagai musuh kita. Namun, bukankah semua yang terjadi di alam semesta ini atas izin Allah?

Maka, bisakah saya berhenti membodohi diri saya sendiri akibat menelan paradigma-paradigma kuno tersebut?

Siapa yang bisa memastikan 100 persen bahwa sejatinya ketika kelak Dajjal mempetontonkan serangkaian magic yang mustahil di hadapan kita, maka itu murni kekuatan dari Dajjal itu sendiri? Dan bukan karena jauh di lubuk hati terdalamnya, ternyata Dajjal masih berdoa kepada Allah agar tipu muslihatnya bisa diwujudkan?

Wahai diriku, berhentilah tertipu.

Berhentilah menipu.

***


Baiklah, sampai sini dulu tulisan saya, semoga bermanfaat. Nama saya Mew, dan kita adalah generasi yang berani mengambil resiko demi perubahan. Sampai jumpa di artikel selanjutnya. Bye bye!

Komentar

  1. Sebuah pemikiran yang menarik untuk dipikirkan, diselami dan direnungkan. Terima kasih atas ilmunya.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Ah! Ini hanya serangkaian pemikiran sederhana yang diujarkan oleh Si Pandir yang sok-sokan pengen jadi filsuf...

      Hapus
  2. ga sengaja menemukan blog berisi artikel yang sering gue pikirin selama ini, wow

    BalasHapus

Posting Komentar

Apa yang Anda pikirkan setelah membaca tulisan ini?