Hai, nama saya Mew.
Saya tinggal serumah bersama bapak, ibu, kakak, dan kakak ipar. Saya juga piara kucing. Gak banyak sih. Cuma 27. Belum termasuk beberapa yang lagi hamil.
Terus terang, saya akui, saya ini pecinta kucing tapi tinggal bareng orang-orang yang justru anti kucing. Tapi disclaimer dulu ya, mereka semua orang baik.
Buktinya, sampai sekarang mereka masih ngebiarin saya piara kucing. Kadang-kadang mereka juga ikut ngebeliin makanan kucing.
Sebagai seorang pecinta kucing yang tinggal bareng orang-orang yang anti kucing, tiap hari rasanya deg-degan.
Soalnya, cara mereka menyikapi masalah gak bisa masuk ke akal saya yang logis ini.
Setiap kali ada kejadian buruk di rumah, pasti yang jadi kambing hitamnya… Eh, kok kambing hitam… kucing hitam, ya si kucing-kucing itu.
Misalnya, kakak saya pernah ngatain kucing saya "pembawa sial" gara-gara kami sering berantem. Ya penyebabnya, memang gara-gara kucing sih.
Lalu tiap kali ada jejak tapak-tapak kaki di mobil kakak ipar saya, wah suasana langsung mencekam, berubah jadi arena gladiator. Satu lawan dua.
Mereka murka!
Padahal saya sudah kasih tahu, “Pasti tikus itu, Mas, Mbak. Perbuatan tikus! Gak salah lagi!”
Eh, kok gak ada yang percaya. Malah bilang saya gak bisa mendidik kucing.
“Mendidik kucing”... Padahal saya kan bukan guru kucing tapi bucing: Budak Kucing.
*
Itu baru satu dua kejadian antara saya dan kakak ipar saya.
Saya juga pernah berantem sama kakak kandung saya sendiri gara-gara kucing.
Waktu itu pernah terjadi keributan di bagian logistik butik. Kata anak-anak butik, ada bau pesing di paket kiriman untuk customer Singapura.
Sebelum saya cerita panjang lebar, saya jelasin dulu situasi rumah kami. Saya tinggal di rumah kakak saya. Rumah beliau bersebelahan dengan butik dan kantor.
Di sisi kiri rumah, didirikan butik. Ada car port di bagian paling depan. Setelah itu, ruang display baju dengan pintu kecil menuju lounge & mini bar.
Di sisi kanan rumah, ada mini office dengan tangga kecil menuju tempat gym dan gudang penyimpanan barang.
Customer mengeluh karena paketnya basah, bau pesing, dan nahasnya merembes ke baju-baju orderannya. Akhirnya, semua baju terpaksa di-laundry.
Kami harus membayar biaya kompensasi karena barangnya enggak bisa ditukar dengan yang baru.
Pas kakak saya cerita begitu, saya yakin ending-nya nggak mungkin plot twist. Pasti kucing saya jadi pelaku kriminalnya.
Sesuai dugaan, kucing saya dituduh ngencingin barang-barang di gudang.
Lho kok bisa? Padahal kucing saya enggak dibolehin masuk ke dalam butik, rumah, maupun office meskipun hanya sedetik. Paling banter, cuma bisa nongkrong di teras.
Kok bisa kencingnya nyampe ke gudang?
Gimana caranya? Teleportasi? Telekinesis? Telekinesis air seni. Hmm, boleh juga.
Tapi di luar konteks itu, kebayang gak sih, kalau tanpa kita tahu, ternyata di dunia ini ada kucing yang berperilaku kayak di film-film?
Misalnya, film James Bond. Ketika berbaur dengan manusia dia hanya kucing biasa. Begitu malam tiba, dia ngepet. Jaga lilin, kerjasama sama orang pesugihan babi.
Komentar
Posting Komentar
Apa yang Anda pikirkan setelah membaca tulisan ini?