Cerita Kucingku: Tinggal Menumpang, Anak Bungsu, Cakar Kucing Dan Tahinya

Beberapa hari terakhir ini saya sering berpikir begini:

Suatu hari, mungkin akan ada aktivitas yang mewajibkan saya untuk pergi berpelisir selama beberapa hari. Artinya, saya tidak akan ada di rumah dalam jangka waktu yang lama. Entah itu karena urusan pekerjaan atau mungkin naik haji atau umroh.

Jika saya enggak ada di rumah, lalu kucing-kucing saya bagaimana?

Siapa yang kasih makan? Siapa yang merawat rumahnya? Bagaimana kalau kucing saya ketakutan sedangkan saya enggak ada di dekat mereka? Kalau kucing saya lagi puber gimana? Dan yang paling saya cemaskan adalah: Saat saya pulang nanti, apa kucing-kucing saya masih ada di rumah semua? Atau jangan-jangan mereka dibuang lagi seperti dulu?

Buat kamu yang gak tahu, sejak Covid-19, saya tinggal di rumah kakak saya. Saya tinggal satu atap dengan kakak perempuan, kakak ipar, satu keponakan perempuan, ayah dan ibu saya.

Tadinya, saya enggak tinggal serumah dengan mereka. Sebelum adanya Covid, saya tinggal sendirian. Di rumah ibu saya.

Sebenarnya, sudah banyak upaya saya untuk pergi dari rumah. Saya ingin menetap sendiri saja di rumah yang walaupun kecil, tapi itu ya rumah saya.

Sudah banyak tiket kereta dan pesawat yang saya beli, namun akhirnya tidak terpakai. Sudah banyak rupiah saya keluarkan untuk membayar uang kontrakan, sewa studio mini, dan uang kos. Dan pada akhirnya saya batalkan lagi. 

Alasannya, karena Mama.

Mama melarang saya meninggalkan rumah.

Mama sering sekali bilang: Begitu saya punya uang sedikit, pasti langsung congkak dan sombong. Langsung mau meninggalkan rumah, pergi menjauhi keluarga.

Tidak hanya Mama, tapi juga kakak perempuan saya. Beliau menyumpah-nyumpahi saya, kalau saya pergi saya akan ditimpa sial, hidup terlunta-lunta, hidup melarat, hidup disia-siakan oleh orang, banyak penghianat yang akan membuat saya menderita seumur hidup saya, dan masih banyak lagi sumpah-serapah lainnya.

Melihat Mama dan Kakak saya yang seperti itu, Abah saya juga melakukan hal yang sama. Beliau juga berdoa buruk untuk saya. Saya tuduh macam-macam. Mulai dari kena pengaruh teman-teman yang buruk, tontonan yang buruk, lalu kalau keluar dari rumah kakak saya atau meninggalkan rumah orangtua saya, maka seumur hidup saya, saya tidak akan pernah lagi melihat mereka.

Bahkan sampai ibu dan bapak saya mengancam, jika suatu hari mereka mati, saya tidak boleh menemui mereka, atau berkunjung ke makam mereka untuk ziarah.

Kakak ipar saya juga sama, memang sih tidak melarang tapi kurang lebih juga berdoa buruk. Katanya: Biar saja dia mau pergi kemana, jangan dilarang. Orang gak tahu diri kayak gitu. Hah! Biar dia tahu rasanya hidup susah di luar. Menderita! Menyia-nyiakan keluarga. Jahat sama orang yang sudah baik sama dia.

***

Lalu, belakangan ini, saya merencanakan kematian saya.

Daripada suatu hari nanti saya harus dipaksa berpisah dengan kucing-kucing saya. Daripada suatu hari nanti saya melalaikan dan menyia-nyiakan mereka. Bukankah lebih baik saya mati saja selagi mereka masih bisa berkumpul bersama saya?

Selain itu, bukankah selama ini, konflik yang terjadi antara saya dan keluarga saya hanya karena seputar kucing?

Kucing naik ke atap mobil sehingga cat mobil jadi gores kena cakar. Kucing pup di rumput. Kucing naik ke atap rumah. Kucing garuk-garuk sehingga bulu kucing terbang kemana-mana.

***

Dulu sekali, kucing-kucing saya tidak boleh tinggal di selasar gudang oleh kakak-kakak saya, karena kasihan sama mereka yang juga pengen lari-lari di luar rumah. Sekarang, kucing-kucing saya harus di kurung di dalam rumah karena mengganggu orang.

Dulu sekali, kucing-kucing saya tidak ada yang boleh disteril, karena itu menghalangi takdir mereka untuk berketurunan. Sekarang, mulai ada diskusi untuk membuang kucing karena jumlahnya sudah terlalu banyak.

Mereka sih enggak pakai istilah dibuang melainkan dipindahkan ke tempat lain, yang sangat jauh dari rumah. Kira-kira jaraknya 3 - 10 km dari rumah utama. Kalau bisa lebih jauh dari itu, lebih baik.

***

Apa saya pergi ke Korea Utara saja ya? Lalu mati di sana.

Atau pergi ke Korea Selatan? Lalu bunuh diri di Sungai Han.

Apa saya pergi ke Palestina? Pura-puranya membawa bekal bantuan untuk orang-orang di Gaza, lalu mati di sana.

Atau pergi ke Israel? Datang ke lokasi yang bakalan dirudal sama Hamas, lalu duduk diam di situ.

Apa saya pergi ke gunung? Berharap diculik dedemit, serasa pergi beberapa jam, ternyata sudah hilang berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun.

Tapi, kalau saya mati, kucing saya gimana? Kalau mereka lagi puber, atau berantem sama kucing lain, trus terluka. Siapa yang ngobati?

Kalau sakit, gimana? Siapa yang merawat?

***

Saya butuh uang 5 Miliyar Rupiah.

Komentar

  1. Kayaknya tulisan endorse nih.

    Tentang Tapera kan Ka' Mew ya? Lagi happening banget nih emang.
    Tapi ini kira2 pro apa kontra sih?

    Apapun itu, dengan melibatkan kucing sebagai ilustrasi, ditambah Mama, Abah, Kaka (dan Ipar), Palestina, Israel, Korut, Korsel, membuat endorse-an yang hanya sebatas 'hunian' ini pun sangat berkelas. Wide range nya luas. TOP.

    Mestinya, di bikin benang merah-nya lagi ke arah keturunan. Future ancestry.
    Keturunan kucing maksudnya.

    BalasHapus

Posting Komentar

Apa yang Anda pikirkan setelah membaca tulisan ini?