Menikah Itu Sesuatu Yang Mewah - Orang Miskin Dan Lemah Dilarang Menikah!

Saya tidak mau menikah. Jika ada orang yang mengatakan menikah itu nikmat, enak, dan gampang sehingga wajib disegerakan, bawa orangnya ke hadapanku!

orang miskin dan lemah dilarang menikah

Orang-orang menyebut saya overthinking. Padahal, saya pikir, saya hanya suka berpikir sembari merenung. Sudah. Itu saja. Tidak ada salahnya kan?

Karena kesukaan saya tersebut, akhirnya mencapai satu konklusi: Menikah adalah aktivitas mahal, mewah dan istimewa.

Lalu, apa semua orang bisa menjangkaunya? Bisa! Apa sih yang tidak bisa di dunia ini selain memakan kepala sendiri?

Masalahnya bukan bisa atau tidak bisa? Tapi seberapa lama orang tersebut mampu mengembannya? Sehari? Sebulan? Setahun? Seratus tahun? Seumur hidup?

Beneran nih bisa mengampunya seumur hidup?

****

Dulu, saya curhat ke teman saya. Begini ceritanya :

Alkisah seseorang ingin mengenal saya dan penasaran apakah saya benar-benar layak untuk menjadi istrinya? Saya tidak tahu, seharusnya berharap apa. Walaupun saya tahu, akan ada banyak sekali orang di dunia ini yang akan menyarankan, berharap saja yang terbaik. Kalau dia orang yang bertanggung jawab dan agamanya baik, ya sudah menikah saja dengannya. Kamu bisa, Mew! Semangatlah!

****

Hey!! Apa yang harus disemangati? Semangat untuk menikah? Astaga! Ngerti gak sih? Saya kan sudah kasih tahu premisnya, saya tidak mau menikah. Dengan landasan berpikir: Menikah adalah aktivitas mahal, mewah, dan istimewa. Maka dari itu, orang miskin dan lemah tidak boleh menikah.

Dan jujur saja, saya termasuk orang yang lemah dan miskin.

Sebelum melenceng kemana-mana, mari kita definisikan dulu secara bersama, apa itu Miskin? Apa itu Lemah?


Apa itu Lemah?

Berdasarkan KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia) lemah terbagi menjadi 3 definisi, yang pertama, jika mengacu pada fisik, lemah berarti tidak kuat atau tidak bertenaga. Sedangkan, jika dihubungkan ke sikap, maka lemah diartikan sebagai tidak berdaya atau tidak tegas. Terakhir, lemah adalah tidak kuat atau kurang berdasar, jika berkaitan dengan argumen.


Apa itu Miskin?

Di KBBI, miskin berarti tidak berharta atau serba kekurangan.

Kalau melihat dari definisi sesingkat ini, saya menyimpulkan, miskin itu bersifat personal. Atau lebih tepatnya, persepsi pribadi yang biasanya selaras dengan kenyataan. Kemudian kualitas kemiskinan tersebut, juga bergantung pada lingkungan tempat tinggal.

Sehingga antara persepsi dengan kenyataan akan saling support. Sekuat apapun pemikiran kita untuk denial bahwa kita bukan orang miskin, tapi begitu dibenturkan dengan kenyataan berkali-kali, yang mana jangankan membeli kebutuhan sekunder, kebutuhan primer seperti sandang, pangan, papan pun masih menunggu welas asih orang lain, lama-kelamaan akan menerima fakta bahwa dirinya memang miskin.

Menjadi tersadar: Oh iya ya, ternyata aku... Tidak miskin... Aku bukan orang miskin. Cuma orang yang gak mampu beli makan, pakaian, gak punya rumah, gak bisa sekolah, gak punya kemampuan apapun. Itu saja. Aku kaya! Kaya! KAYAAAAA!!!!


Apa itu Menikah versi Mewdavinci?

Saya berpikir seperti ini :

Menikah seperti membangun suatu peradaban baru di dalam peradaban besar yang tengah berlangsung.

Sebut saja peradaban yang pernah ada di muka bumi ini. Inca, Maya, Yunani, Mesopotamia. Apa lagi? Hwang-ho.

Menurut kamu, apakah Indonesia juga punya peradabannya sendiri? Tulis di kolom komentar, ya. Aku mau dengar jawaban kamu soal peradaban di Indonesia yang mungkin saja disinyalir pernah ada.

****

Mayoritas pria dan wanita yang pernah saya jumpai dan ajak diskusi soal pernikahan, memiliki sudut pandang yang berbeda dengan saya.

Umumnya pria yang memiliki ketertarikan besar terhadap saya, akan bertingkah seakan visi dan misinya selaras dengan apa yang saya utarakan. Seakan kami satu pemikiran! Begitu juga dengan pihak wanitanya.

Syukurlah, seiring berjalannya waktu, dunia semakin berkembamg. Ada begitu banyak perubahan yang terjadi. Dari segitu teknologi, science, militer, games, pendidikan, bahasa, dan masih banyak lagi. Intinya adalah pembangunan generasi secara general. Benar-benar luar biasa pesat laju perkembangannya.

Sayangnya, hanya satu yang tidak pernah berubah dari zamannya Nabi Adam dan Siti Hawa makan buah khuldi, sampai zaman perhelatan Banteng Merah versus everybody. Tahu gak apa yang saya maksud?

Yang tidak pernah berubah dari dulu sampai sekarang adalah konsep berumahtangga.

Baik pria maupun wanita, ketika sudah berumahtangga, mereka berdua masih senang bermain kaisar-kaisaran.

Dalam satu keluarga itu, ada yang jadi Kaisar. Lalu ada Permaisuri yang nantinya melahirkan calon penerus tahta.

Lalu para mertua, entah dari pihak keluarga perempuan atau pria, akan mengambil peran Ibu suri, yang kalau di film drama kolosal Korea, biasanya Ibu suri dan mantunya enggak akan pernah akur.

Kemudian kalau ada kans adehan ini terjadi, maka akan muncul pemeran tambahan yang menjadi Selir.

Tentunya, entah itu kaisar, permaisuri, atau ibu suri bakalan punya pelayan, atau bisa kita sebut Babu. Dan terakhir, ada para menteri. Para menteri ini, biasanya ipar-ipar atau saudara kandung.

Jika sang istri menolak melayani suaminya, nanti dicap lancang dan tidak taat pada suami. Istri durhaka. Apalagi jika alasan sang Istri adalah dia merasa diperlakukan seperti pembantu. Nanti, si suami bakalan membalikkan itu semua dengan kalimat seperti ini:

"Kalau istri melayani suaminya bak Raja, maka sudah pasti perempuan tersebut adalah istrinya Raja. Karena hanya Raja yang punya Istri seorang Ratu. Queen. Tapi kalau sang isri memperlakukan suami seperti babu. Maka pasti perempuan tersebut adalah istrinya ba? bu..."

Tunggu! Saya mau klarifikasi. Yang bilang kayak gitu bukan saya lho. Melainkan seorang pemuka agama industri. Ustadz Felix Siauw. Dan pemikiran beliau, ternyata diaminkan oleh banyak orang.

Menurut saya, tidak salah sih kalau beliau berpikir seperti itu. Dan tidak ada yang salah juga kalau ada banyak orang yang setuju dengan beliau.

Walaupun, sejatinya yang melayani Raja enggak selalu Ratu. Lebih sering babunya yang melayani Raja. Mulai dari bangun tidur, cuci muka, melepas pakaian saat mau mandi, menggosokan badan, memakaikan pakaian. Dan begitu pula Ratu itu sendiri.

Tapi kan, sangat amat jarang seorang Ratu dilayani unak-uniknya oleh pelayan pria, bukan? Secara natural perempuan merasa risih jika private space-nya dimasuki oleh lebih dari satu pria, karena menginginkan eksklusivitas.

Walaupun begitu, seperti yang saya katakan sebelumnya. Sejak dulu hingga sekarang, konsep pernikahan dan berumahtangga yang diajarkan secara turun temurun tidak pernah berubah. Pelaku pernikahan masih suka bermain kaisar-kaisaran. Jangankan berubah, berkembang saja tidak.


Kenapa menikah itu sesuatu yang mewah?

Untuk membuat satu peradaban baru, manusia memerlukan biaya yang sangat besar. Dari pada bilang cost, kita bisa anggap sebagai investasi.

Mulai dari masa pembekalan diri, proses mencari partner, pengadaan selebrasi, proses pembangunan, proses pembentukan manusia baru, hingga melepaskan manusia baru tersebut ke society atau tatanan dunia yang sudah lama berjalan.

Itu semua tidak murah.

****

Tapi, memang perlu saya akui bahwa pemikiran kebanyakan orang-orang di sekitar saya itu tidak salah.

Mereka mengatakan bahkan mendoktrin: Menikah itu sangat mudah, tidak serumit yang saya pikirkan.

Ya, betul juga, menikah itu memang mudah, persis sebagaimana kucing dan anjing berkembangbiak. Itulah sebabnya, saya memiliki pemikiran kedua. Second opinion: Merawat anak manusia seperti merawat kucing.

Dilahirkan. Dikasih nama. Dikasih makan. Diajari berburu. Diajari cara melarikan diri. Diajari cara melindungi wilayah. Lalu disapih. Selesai. Selanjutnya, bergerak sesuai insting.

****

Jika kamu tidak setuju dengan pemikiran saya yang pertama, yang menyatakan bahwa menikah adalah aktivitas mahal, mewah, dan istimewa karena menikah artinya membangun peradaban baru. Mungkin kamu lebih setuju dengan pemikiran saya yang kedua, yaitu menikah tidak jauh berbeda dengan kehidupan kucing dan anjing.

Kalau tidak setuju dengan kedua pemikiran saya tersebut, berarti kemungkinan besar kamu setuju dengan pemikiran nenek moyang kita yang sangat suka bermain kaisar-kaisaran itu.

Baiklah, sampai sini dulu tulisan saya. Terima kasih sudah membaca sampai akhir. Sampai jumpa di artikel selanjutnya.

Komentar

  1. Mantap artikelnya Mew. Mew terlalu merendah atau tawadhu. Klu dari tulisannya, Mew termasuk golongan cerdas, kuat bukan lemah. Insya Alloh banyak yg suka... Artikelnya penuh data. Bisa sbg referensi utk menguatkan kesabaran bagi yg belum menikah dan mau segera menikah

    BalasHapus
    Balasan
    1. tapi masih miskin, bang hehe.. makasih ya sudah baca tulisan saya, semoga bermanfaat

      Hapus
  2. Budaya barat, biasanya yang mengklasifikasikan jenjang pernikahan itu M-A-H-A-L
    Ya, disini juga banyak yang berpandangan, menikah itu mahal, tapi lebih kepada mental dan atau kesiapan. Meskipun, meskipun ya, sangat umum pula orang-orang kita men-simplifikasi jenjang menikah ini. Utamanya anjuran-anjuran agama.
    Intinya sih menurutku, klo sudut pandang cewek, kita nya siap ngga untuk berbagi berdua. Berbagi rahasia, space dll. Nge-blog di monitor seseorang, jajan di-monitor seseorang (uangnya maksudnya), sampe urusan yang... itulah. Klo kita belum siap berbagi, masih berfikiran ruang-ruang private sendiri, ya memang belum siap sih.

    Oh iya, budaya di Indo: Sitinurbaya?

    BalasHapus
  3. Tidak ku sangka artikel ini tumpah dari isi kepala Mewdavinci. Itu mungkin fase. Kau pasti tau semua mahluk hidup itu punya insting untuk mempertahankan kelangsungan hidup. Salah satu caranya melanjutkan keturunan.
    Jalani saja dengan apa yang ada di otakmu, kalau belum mau menikah ya sudah nikmati masa2 sendirinya, kalau sudah saatnya menikah ya tinggal jalani saja. Tidak mengejudge apapun, sy jg pernah memikirkan yg sama, tp yg sy lakukan hanya menjalani hidup apa adanya yg penting tidak menyakiti manusia. Kalau ada salah aku minta maaf 🙏

    BalasHapus

Posting Komentar

Apa yang Anda pikirkan setelah membaca tulisan ini?