Shopee VS 4 Market Place Populer: Cara Jualan Online Di Indonesia 2021

Pernah gak sih kamu berada di-moment saat pengen banget beli sesuatu tapi gak ada duitnya? Bahkan gara-gara itu pun, kamu harus puter otak: Gimana caranya agar ada aktifitas yang bisa menghasilkan fulus?

Kayaknya sih hampir semua orang di dunia ini pernah ngalamin itu ya. Khususnya, saya.

Saya juga pernah terjerembab ke dalam peristiwa semacam itu. Baru-baru ini, saya memelihara 5 ekor kucing. Kira-kira sudah hampir setahun. Sejak itu, pengeluaran saya setiap bulannya terus meningkat.

Dulu saat mereka masih bayi, saya hanya perlu mengeluarkan kocek sekitar Rp 1.500.000,- (satu juta lima ratus ribu rupiah) per bulan, hanya untuk memberi makan satu ekor induk kucing yang sedang menyusui. Namun, seiring pertumbuhan anak-anak kucing itu dari bayi ke fase remaja, maka kebutuhan saya juga semakin bertambah. Mari kita berhitung!

Sata asumsikan dalam sebulan, per kepala kucing berpotensi makan sebanyak 2 kg. Harga per kemasan dengan berat 4 kg adalah Rp 750.000 (tujuh ratus lima puluh ribu rupiah). Karena mereka kucing rumahan, maka saya juga perlu mengisi bak toilet kucingnya dengan tofu liter seharga Rp 80.000 (delaan puluh ribu) per zak. Saat ini, saya bisa menghabiskan 4 zak per bulan.

Jadi, segitulah kira-kira kebutuhan bulanan saya, ini hanya untuk beli makanan kucing. Belum lagi kalau ada yang sakit. Ditambah lagi, jika ada kucing liar yang ikut numpang makan.

Bagi saya yang penghasilan bulanannya ya sekitar itu saja dan enggak menentu, boleh dibilang, hampir besar pasak daripada tiang. Lebih banyak pengeluarannya dibandingkan penghasilan saya. Ini pun baru hitungan kasar untuk menafkahi anak-anak kucing saya, belum termasuk biaya kebutuhan diri saya sendiri.

Nah, trus gimana dong solusinya? Tentu saja jalan keluarnya ada banyak. Salah satunya adalah dengan kembali aktif posting artikel di blog seperti yang saya lakukan sekarang. Itu pun masih kurang! Maka, saya mulai berpikir untuk mulai upload video di YouTube.

Tapi kalau boleh jujur, sebagai salah satu konten kreator yang sudah lama berkiprah walaupun kurang konsisten, sebenarnya menghasilkan uang lewat platform media sosial tidak semudah yang dilihat.

Pada awal karir, perjuangannya tidak sebanding dengan hasilnya. Malah perlu investasi waktu lebih banyak, sedangkan saya perlu uang cepat. Oleh karena itu, saya pengen cari yang mudah-mudah saja dan hasil usahanya yang cepat terasa.

Kalau kamu baca judul artikel ini, pastinya sudah tahu saya bakalan ngarahin kamu kemana.

Yakk! Benar sekali. Asumsi yang sangat tepat dan akurat, jika kamu berpikir bahwa berdagang adalah jalan keluar yang akan saya tempuh.

5 MarketPlace Populer Indonesia

Akhirnya, saya mulai ngulik-ngulik platform jualan yang tepat untuk saya. Upaya saya pun membuahkan hasil yang menurut saya cukup menarik untuk dibagikan kepada teman-teman pembaca. Apa saja tuh?

Nah! Saya langsung kasih daftarnya saja deh. Pertama-tama, saya pengen banget ngebahas Shopee!

Siapa yang gak tahu Shopee? Iklannya ada dimana-mana. Marketplace ini semakin dikenal sejak menggandeng Superstar Korea sekelas Black Pink, GOT7, Stray Kids, dan Red Velvet.

Tapi, sebelum terjun ke Shopee, saya berpikir untuk mengenal platform dagang lain, seperti Lazada, Tokopedia, Bukalapak, Blibli, JD.ID dan marketplace lainnya. Terus terang saya benar-benar penasaran dengan metode jualan di 5 marketplace populer Indonesia tahun 2021 ini.

Saya sangat ingin tahu: Seberapa besar keuntungan yang bisa saya raih, jika saya jualan di sini? Dan tidak menutup kemunginan, kamu juga memiliki rasa ingin tahu yang sama besarnya dengan saya. Atau, bisa jadi kamu lebih penasaran dibandingkan saya?

Yah, daripada berlama-lama ngoceh. Langsung saja, ya. Yuk! Simak hasil penjelajahan saya.

  1. Shopee
  2. Seperti rencanakan sebelumnya, saya akan membuka kisah ini dimulai dari Shopee. Bagi saya, Shopee merupakan salah satu platform jual beli favorit. Kenapa? Karena sebagai pembeli, aplikasi dagang ini menawarkan beragam pilihan produk dengan harga yang kompetitif.

    Kemudian, setiap bulannya saya berkesempatan mengumpulkan banyak voucher gratis ongkir yang bisa digunakan ketika membeli produk. Saya juga bisa berbelanja barang-barang impor dengan biaya pengirimanan lokal tanpa perlu mikirin soal pajak bea cukai atau pajak-pajak lainnya.

    Bayangkan saja! Saya tidak lagi paranoid saat ingin membeli kosmetik Korea seperti NACIFIC atau SOMEBYMI, karena mereka sudah membuka toko resminya di Shopee. Lega deh rasanya, semua tertasi dengan baik bermodalkan jempol dan telunjuk sakti.

    Nah! Barusan saya telah memberikan ulasan dari sudut pandang pembeli. Berikutnya, saya akan berbagi kesan saya sebagai penjual yang tidak kalah seru.

    Saya berpikir untuk membuka lapak di Shopee setelah sharing session bersama beberapa kurir seperti SICEPAT, Ninja Express, J&T, dan JNE untuk area pick up di Citeureup, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Indonesia. Katanya, mereka lebih sering menerima request pick up dari seller di Shopee dibandingkan Tokopedia, Bukalapak, dan Blibli.

    Kemudian, saya mulai mengamati perilaku konsumen yang doyan belanja online. Rata-rata pertanyaan mereka adalah "Ada di Shopee gak?". Ya, memang sih, ada juga yang menanyakan marketplace lainnya, tapi Shopee tetap mendominasi di kalangan wanita.

    Makanya, saya berpikir: "Semakin banyak ikan di laut, semakin banyak yang mancing mania." Jika saya adalah salah satu pemancingnya, maka sudah sewajarnya saya berusaha lebih handal dalam menyiapkan umpan dan mata pancing yang menarik agar tampak seksi di mata mereka tanpa perlu click bait.

    Persaingan yang ketat telah memicu kreatifitas para seller untuk terus memperhatikan performa toko online yang dikelola. Nah! Di sinilah Shopee mengambil peran untuk memberikan kemudahan akses mengelola produk dan pesanan dari banyak toko menggunakan satu wadah saja. Tahu gak apa itu?

    Kalau kamu adalah Seller dan menjawab "Seller Center", maka hampir benar sih tapi tidak tepat. Coba pikir lagi? Oke, jangan habiskan waktumu untuk berpikir. Saya akan informasikan platform alternatif Shopee selain Seller Center.

    Jawabannya adalah "Stoku Gudangku". Supaya lebih ringkas, saya akan mention platform ini dengan sebutan "Stoku" saja, ya.

    Saya pernah mencoba Stoku untuk mengelola Butik Fataya Collection dan beberapa toko lainnya. Walhasil, saya terbantu banget. Menurut saya, Stoku mampu menghemat waktu saya dalam mengurus pesanan yang masuk dan stok produk dari berbagai olshop di Shopee tanpa harus membuka banyak browser tab.

    Misalnya gini, saya ingin menjual Teh Kumis Kucing di 3 toko online berbeda yang ada di Shopee. Kita kasih nama tokonya sebagai Olshop Mew, Toko Da, dan Vinci Shop. Kalau digabung, jadi "Mew da Vinci". Hehehe. Tidak lucu, ya?

    Meskipun saya memasukkan produk yang sama menggunakan smartphone ke ketiga olshop tersebut, tetap saja saya harus re-login sebanyak 3 kali. Atau, memiliki 2 hape, yang mana salah satu hape yang digunakan mendukung fitur Dual App.

    Alternatifnya, 1 handphone saja sudah cukup tapi kapasitas penyimpanannya harus besar. Ya, setidaknya 256 GB, bahkan lebih! Selain itu, harus support juga fitur Dual App dan Second Space.

    Tapi, Shopee menghadirkan solusi berupa platform praktis bernama Stoku Gudangku. Di sini Stoku mampu mengintegrasikan lebih dari satu olshop yang didaftarkan di Shopee. Seluruh pesanan yang masuk atau dibatalkan, arus stok, dan input produk baru jadi lebih praktis.

    Saya hanya perlu menghubungkan 3 toko imajiner tersebut dengan 1 akun Stoku Gudangku. Setiap pesanan yang masuk, walaupun berasal dari berbagai toko online yang berbeda-beda, daftar pesanannya akan tampil dan bisa diproses tanpa kuatir akan ada yang terlewat.

    Jualan di Shopee


    Oh ya! Ada satu hal lagi yang benar-benar saya sukai dari Shopee yaitu, setiap seller dengan performa toko terbaik diberikan peluang untuk Go International tanpa syarat yang neko-neko.

    Maksudnya, setiap bulan Shopee akan memilih 10 sellers dengan nilai evaluasi tertinggi untuk membuka cabang olshop di negara-negara yang telah bekerja sama dengan Shopee, sehingga produk mereka juga bisa dilihat dan dibeli oleh buyers luar negeri.

    Prosesnya sangat cepat dan mudah. Hanya modal performa toko dan KTP saja. Jadi, tidak perlu surat legalitas perusahaan seperti bikin PT, CV, maupun surat-surat resmi lainnya.

    Apa lagi ya keunikan Shopee?

    Wah, saya tidak ada ide lagi, nih. Kalau kamu tahu hal unik lainnya yang cuma ada di Shopee, tulis saja di kolom komentar, ya.


  3. Tokopedia
  4. Tadi saya sudah ngebahas Shopee, sekarang gilirannya Tokopedia dong.

    Sebenarnya sebelum saya kenal Shopee, Tokopedia adalah platform jual beli yang saya gunakan pertama kali. Tidak hanya untuk membeli barang, namun juga untuk berjualan. Saking semangatnya jualan di Tokopedia, saya memiliki 3 - 4 akun di Tokopedia. Sayangnya, sekarang ini semua akun tersebut tidak lagi terurus. Sedih sekali!

    Kenapa jualan Tokopedia? Karena dia berbeda. Yang bikin platform jualan ini unik adalah pembeli bisa sebar quest / misi kepada ribuan bahkan jutaan penjual agar mereka mencarikan produk yang diinginkan.

    Setiap kali ada penjual yang berhasil menjalankan misi tersebut, reputasi toko akan meningkat dan seller akan mendapatkan profit hasil penjualan. Asyik, kan?

    Walaupun Tokopedia belum bisa menyediakan media tambahan untuk mengelola banyak toko dalam satu wadah, namun proses untuk mengatur stok setiap produk terasa lebih praktis dibandingkan marketplace lainnya.

    Maksudnya, seller tidak perlu membuka setiap produk satu demi satu atau menggunakan Microsoft Excel untuk update stok produk secara massal. Saya hanya perlu masuk ke Halaman Atur Produk, kemudian diperbaharui saja jumlah stok tersedia tanpa perlu berpindah halaman.

    Kemudian, apakah fitur gratis ongkir sebagai service kepada pembeli juga disediakan oleh Tokopedia? Tentu saja ada dong. Kurang lebih prosesnya sama saja seperti marketplace lainnya. Namun, uniknya, Tokopedia rela ngasih full free ongkir untuk hampir ke seluruh pelosok negeri di Indonesia.

    Sebagai gantinya, profit seller harus bersedia dipotong sebesar Rp 10.000,- (sepuluh ribu rupiah) untuk setiap pesanan yang terselesaikan.

    Jualan di Tokopedia

    Oh ya, hal lainnya yang menarik dari Tokopedia adalah variasi produk yang tidak bisa kita beli di Shopee, bisa ditemukan di Tokopedia. Tentunya dengan harga lebih mahal. Hahaha.

    Sayangnya, sebagai penjual, hal yang membuat saya sedikit kecewa dari Tokopedia adalah tidak ada fitur gratis iklan. Jadi, kalau mau beriklan, saya harus bayar. Kemudian, efek dari iklannya pun baru terasa setelah saya terus-menerus beriklan lebih dari 2 minggu berturut-turut / non-stop.

    Selain itu, jika ingin mendapatkan berbagai akses menarik lainnya, saya harus terdaftar sebagai salah satu Official Store di Tokopedia. Jika masih berada di level Power Merchant, kebahagiaan saya sebagai seller masih dibatasi.

    Nah! Ada satu lagi fitur unggulan yang perlu saya bagi.

    Sebagai penjual, hal ini sih yang bikin Tokopedia spesial. Tapi, sekalipun gak punya toko pun, saya tetap bisa jualan lho. Saya pernah menjual hape saya sendiri di Tokopedia menggunakan fitur Langsung Laku.

    Harganya sendiri kurang lebih mirip-mirip dengan harga jual di counter hp offline. Bahkan jika kondisi smartphone kita masih bagus banget, maka besar kemungkinan kita bisa menjual dengan harga jual maksimal dibandingkan jika dijual ke counter hape di toko glodok.

    Hmm, seingat saya, ini nih yang bikin Tokopedia menarik. Kalau kamu fans-nya Tokopedia, boleh banget dong bagi pengalaman kamu di kolom komentar! Aku tunggu ya.

  5. Lazada
  6. Halo, Lazada! Sekarang saya mau ngegosipin kamu nih. Saya mau ceritain pengalaman saya menjajal kamu sebagai platform jualan yang direkomendasikan oleh salah satu rekan bisnisku. Gak hanya sekali atau dua kali lho temenku itu memuji-muji kamu dan menyarankan agar saya segera registrasi. Walhasil, saya jadi penasaran dan akhirnya buka akun di Lazada Seller Center.

    Nah! Berbekal pengalaman saya bertransaksi di Lazada, saya pikir sekarang lah saatnya saya berbagi kisah kepada teman-teman pembaca blogku di mewdavinci.com.

    Lazada, semoga ulasanku tentang kamu ini membawa manfaat bagi diriku dan juga siapa pun yang membaca atau mendengarkan, ya. Walaupun, seperti yang kamu tahu, saya masih pemula. Masih anak bawang di Lazada Seller Center, tapi saya harap, secuil informasi yang saya bagikan ini, bisa menjadi salah satu upaya agar kamu bersedia membantu saya lebih mengenal kamu lebih jauh lagi, ya.

    Saya mulai ceritaku dari sekarang saja, ya.

    Saya tertarik untuk menjajal membuka akun online seller di Lazada karena teman saya mengatakan bahwa Lazada menawarkan fitur Cash On Delivery yang mana ongkos pengirimannya lebih murah dan proses kirimnya lebih cepat dibandingkan marketplace mana pun.

    Sependek pengetahuan saya, di tahun 2021 ini, COD bukan lagi barang mewah, karena rata-rata ekspedisi di Indonesia berlomba-lomba membuka fitur COD.

    Jualan di Lazada

    Tapi yang membuat Lazada Seller Center tetap berbeda adalah customers di Lazada tidak akan dikenakan biaya minimum jika ingin membayar pesanannya secara Cash On Delivery. Ditambah lagi, tidak ada biaya tambahan yang dibebankan ke penerima paket.

    Dikarenakan Lazada menggunakan jasa pengirimannya sendiri, maka ongkos kirimnya bisa lebih murah dan sifatnya flat. Walaupun begitu, untuk mencapai beberapa pelosok wilayah Indonesia yang masih terpencil, Lazada masih bekerjasama dengan ekspedisi-ekspedisi besar di Indonesia seperti JNE, J&T, dan SICEPAT.

    Sama seperti Shopee, Lazada juga membuka peluang bagi para pedagangnya untuk berjualan hingga ke 6 negara, yaitu Singapura, Vietnam, Malaysia, Thailand, Filipina, dan pastinya Indonesia. Tapi untuk menjadi international seller di Lazada tidak sepraktis dugaan saya.

    Sebagai local seller yang ingin GO international, saya harus regitrasi satu demi satu ke negara mana toko saya ingin dibuka. Selain itu, salah satu persyaratannya adalah memiliki surat izin usaha resmi dari pemerintah. Dengan kata lain, toko saya terdaftar sebagai CV, PT, atau koperasi.

    Menarik sih. Tapi pastinya ada hal lainnya yang lebih istimewa dibandingkan ini. Sayangnya, saya hanya mampu mengingat sampai sini saja tentang keunggulan berjualan di Lazada. Atau, bisa jadi karena saya belum mencoba sepenuhnya, sehingga pengetahuan saya masih sangat terbatas.

    Kalau kamu punya informasi seputar Lazada Seller Center, aku tunggu cerita kamu di kolom komentar.

  7. Blibli
  8. Mall masuk ke internet? Kebayang gak sih kayak apa? Jelas bisa dibayangin dong. Sudah banyak banget contohnya. Berseliweran dimana-mana. Tentunya, versi online mall yang saya ketahui sejauh ini sangat beragam ya, karena memang tidak ada pakemnya.

    Saya sengaja menaruh Blibli di poin keempat, karena tidak ada banyak orang yang tahu kalau Blibli memiliki mekanisme jualan yang berbeda dibandingkan marketplace lainnya. Sespesial apakah dia?

    Pertama, jika toko saya tidak memiliki produk dalam janga waktu yang lama, maka olshop tersebut akan disembunyikan dari mesin pencarian Blibli.

    Kedua, Blibli menawarkan fasilitas gratis photoshoot bagi seller mereka, namun foto-foto tersebut hanya boleh ditayangkan di Blibli saja. Jadi sifatnya eksklusif, ya. Kamu tidak boleh menayangkan atau menggunakan foto-foto produk tersebut di luar Blibli kecuali atas izin mereka terlebih dahulu.

    Hal menarik lainnya dari Blibli adalah proses upload produk. Kita akan melewati beberapa langkah yang lumayan panjang dan tidak familiar. Misalnya, meng-input atribut-atribut seperti EAN/UPC sebagai kode produk.

    Selain itu, Blibi mendukung crawl product yang sudah pernah di-upload oleh seller sebelumnya di platform mereka. Jadi, kalau saya mau jualan baju tapi gak punya foto produknya dan malas mengisi deskripsi juga lain-lain, saya bisa memanfaatkan fitur Upload Dari Produk Di Katalog Blibli.

    Yang satu ini menurut saya memang membantu banget untuk seller baru, tapi lumayan mengganggu bagi pemilik toko yang menjual produk tersebut pertama kali. Karena pasti usaha yang dia keluarkan lebih besar, namun toko lain tiba-tiba buka toko, kemudian menyalin semua informasinya begitu saja. Apalagi kalau pendatang baru tersebut berani kasih harga lebih murah bahkan menjual versi KW-nya.

    Rasanya seperti dijitak dari hati ke hati!

    Namun, saya sadar bahwa tanpa adanya fitur ini pun, di marketplace mana saja, pasti akan ada penjual yang berusaha menduplikasi produk kita bagaimana pun caranya. Blibli hanya berusaha menyederhanakan prosesnya menjadi lebih mudah.

    Ada satu pengalaman lagi yang membuat saya enggak terlalu nyaman berjualan di Blibli. Yaitu, produk yang diunggah harus melalui tahap screening atau review oleh administrator mereka terlebih dahulu.

    Sebenarnya, ini konsep yang baik. Agar produk yang ditayangkan di Blibli tetap mematuhi aturan-aturan yang diberlakukan dan tetap rapi serta nyaman dibaca. Sebab masih saja ada pedagang yang ngisi atribut / informasi produk secara asal-asalan. Benar kan?

    Blibli Platform Jualan Masa Depan

    Nah! Kenapa tidak nyaman? Jika saya sebagai produsen sekaligus bagian pemasarannya, atau saya menempatkan diri saya sebagai reseller yang memiliki stok tersendiri, tentu konsep ini bukan masalah yang krusial. Bisa diakali dengan cara: Mengunggah produknya di Blibli terlebih dahulu.

    Kemudian, setelah produk tersebut disetujui untuk tayang di halaman toko, baru deh saya bebas upload di platform jualan lain dan akun media sosial. Setelah itu, saya bebas promo atau sebarin iklan. Tapi!

    Tapi, prosedur istimewa ini akan menjadi sangat mengganggu bagi dropshiper yang tidak memiliki simpanan produk sama sekali, namun ingin berjualan. Sedangkan produk yang ditawarkan termasuk kategori fast moving. Artinya, sebanyak apa pun stoknya, hanya dalam waktu hitungan menit, akan segera sold out.

    Nah! Atas dasar pertimbangan inilah, aku perlu mikir-mikir buat jualan di Blibli. Iya, bagus sih, tapi aku masih perlu berpikir lebih lama saja.

    Kalau kamu sendiri bagaimana? Suka gak sama fitur-fitur spesial yang ditawarkan oleh Blibli?


  9. Bukalapak
  10. Hmm, akhirnya masuk juga ke pembahasan terakhir. Kali ini ingin menutup kisah saya dengan kesan-kesan saya bersama Bukalapak.

    Apa ya yang menarik dari Bukalapak? Maksud saya, pastinya ada banyak sekali hal yang bisa diulas dari Bukalapak.

    Masalahnya, saya hampir tidak pernah menggunakan Bukalapak untuk bertransaksi. Jadi gimana dong caranya saya tahu soal Bukalapak? Ya, di sinilah saya bersyukur, saya berkesempatan me-review Bukalapak dari sudut pandang calon pengguna baru.

    Saya pun mulai bergerilya di YouTube dan berbagai website yang membahas tentang Bukalapak. Satu per satu saya mulai menemukan hal menarik tentangnya.

    Saya sebutin 3 hal yang membuat saya kesengsem. Yang pertama, Bukalapak menyediakan fitur Link Jual Beli (LJB) sebagai suatu metode aman dan nyaman yang ditawarkan oleh penjual kepada pembeli untuk melanjutkan transaksi.

    Saya baca ulasan tentang LJB di berbagai media, dan juga video-video di YouTube yang membahas soal ini. Bahkan, saya juga mendatangi website resminya Bukalapak. Kebanyakan informasinya seragam.

    Yaitu, ketika ada pembeli yang ingin membayar pesanannya, kita tinggal kasih link tersebut, kemudian pembeli nge-klik link-nya, lalu customer dibawa ke Halaman Check Out Orderan. Jika pembeli merasa tidak ada kesalahan pada pesanannya, dia tinggal membayar sesuai yang tertera di Halaman Pembayaran. Selesai deh!

    Berbagai media menginformasikan hal yang sama dimana-mana. Tapi ada satu yang tidak disorot, yaitu point of view dari buyer-nya. Makanya, saya berinisiatif menghubungi CS Bukalapak.

    Dari merekalah saya mengetahui bahwa Bukalapak tidak mengharuskan buyer untuk memiliki akun di Bukalapak terlebih dahulu. Maksudnya, selama link tersebut belum pernah digunakan oleh orang lain maka pihak pembeli bisa membayar pesanannya, walaupun bukan user Bukalapak. Hanya penjual saja yang wajib terdaftar sebagai pengguna Bukalapak.

    Intinya, seperti memediasi proses transaksi antara buyer dan seller, yang mana kedua belah pihak sama-sama diuntungkan. Pembeli merasa aman karena dijembatani oleh Bukalapak, sedangkan penjual bisa menambah riwayat penjualannya di olshop mereka walaupun transaksi dilakukan di WhatsApp, Instagram, Facebook, atau media lainnya.

    Hal menarik kedua adalah Bukalapak menyediakan wadah bagi para seller untuk bertemu dan sharing. Semacam forum. Sayangnya, saat saya mampir ke sana, forumnya sepi. Hehehe.


    Jualan di Bukalapak


    Dan, hey! Bukalapak ini memiliki konsep yang unik. Kita bisa jualan produk digital di sini, seperti software, e-voucher, file theme collection, e-book, koleksi musik, dan masih banyak lagi. Karena konespnya adalah produk digital, makanya kita gak perlu ribet dengan print label alamat atau pusing mengatur ongkos kirim.

Pilih yang mana, ya?

Wah! Semuanya bagus nih. Bahkan fitur yang ditawarkan pun gak main-main. Misalnya:
  • Shopee benar-benar pilhan yang menggiurkan buat saya yang tertarik untuk berjualan di berbagai mancanegara tanpa perlu pusing melalui proses yang ribet.
  • Tokopedia bisa membantu meningkatkan reputasi online shop saya dengan cara, mengambil misi mencarikan produk yang sedang diinginkan oleh calon buyer.
  • Lazada berani ngasih ongkos kirim flat yang super murah dan bisa COD hingga hampir ke seluruh Indonesia, tanpa nominal minimum. Saya juga bisa customize halaman produknya secantik mungkin menggunakan Loriket, sehingga setiap produk saya akan tampil menawan seakan-akan buyer sedang membuka katalog belanja online profesional versi citra olshop saya sendiri.
  • Blibli bisa bikin seller pendatang baru nge-crawl produk yang sudah pernah ditayangkan di platformnya begitu saja, tanpa perlu pusing dengan step by step yang ribet dan panjang. Seperti download gambar produk dan ngisi deskripsi. Pokoknya, tinggal salin saja.
  • Terakhir, ada Bukalapak yang ngasih kita peluang untuk menjual produk-produk digital. Cocok banget nih buat saya yang kepengen jualan artikel atau diamond online games kesayangan!

Seru banget kan? Setiap marketplace menawarkan keunikan yang asyik. Trus, pilih yang mana ya? Hmm, kalau saya, diawal-awal pembukaan toko, sepertinya bakalan jualan di Shopee dan Bukalapak. Begitu produk saya semakin dikenal, saya bakalan buka toko di Tokopedia dan Lazada.

Bagaimana dengan Blibli? Hmmm, menarik sih, tapi saya coba pikir-pikir lagi deh. Hehehe.

Kalau kamu gimana? Tulis pengalaman kamu jualan di marketplace kesukaanmu ke saya di kolom komentar, ya.

Oke, segini dulu. Nama saya Mew. Semoga tulisan saya bermanfaat dan sampai jumpa di artikel selanjutnya. Bye bye!

Komentar