Menggugah Kenangan Manis Laksa Bogor Di Festival Laksa 2018

Nama saya Mew. Saya kira, akhir pekan lalu merupakan hari yang biasa-biasa saja. Hingga akhirnya saya putuskan untuk cuci mata ke Mall Botani Square.

Az-Zikra Sentul. Sabtu, 28 Juli 2018. Subuh.

Senangnya kalau bisa malam mingguan di hari yang sepi. Ah! Masa iya? Sebenarnya, bagi saya, rasa sepi hanya hinggap di tempat yang ramai, dan keramaian baru terasa di tempat yang sunyi senyap.

Sudah sejak Juni 2018 saya mendapat kabar dari teman saya, yang merupakan seorang koki handal dan tergabung di organisasi bergengsi, Indonesian Chef Association (ICA), bahwa pada pekan terakhir di bulan Juli nanti akan digelar event Festival Laksa.

Calon koki masa depan

Menyenangkan? Ketimbang memikirkan akan bersenang-senang, mungkin lebih cenderung penasaran. Entah bagaimana, saya merasa hari itu akan menjadi awal dari peristiwa yang istimewa. Mungkin kah karena festivalnya? Atau gara-gara sarapan gratis?

Jauh-jauh hari saya pasang reminder. Bertuliskan, "Festival Laksa. ICA. 29 Juli 2018, 10.00-13.00 WIB. Mall Botani Square". Untung saja, aplikasinya berjalan baik. Sudah sejak H -7 layar notifikasi saya dihiasi pengingat.

Begitu pun di Sabtu subuh itu. Kala sedang asyik-asyiknya main Mobile Legends, reminder acara Bogor Breakfast Festival 2018 muncul di tengah-tengah pertandingan. Bagaikan disihir. Simsalabim abrakadabra, fuh! Otak saya chaos.

Sesegera mungkin saya menamatkan battle. Beranjak dari kursi malas untuk mempersiapkan diri. Sampai akhirnya, melangkah keluar rumah menuju Kota Bogor, di pagi hari yang sudah tidak lagi buta, tepat pada H -1 Bogor Breakfast Festival 2018.

Mall Botani Square, Bogor. Pukul 08.00 WIB.

Sepi. Nyaris tidak ada siapa pun kecuali pedagang asongan, pengemis pangkalan, kenek angkot, dan beberapa pejalan kaki leyeh-leyeh di halte.

Saya tertegun sejenak. Apa iya saya kepagian? Setahu saya, para chefs terbiasa dan dibiasakan on time. Saya cek notifikasi hape. Siapa tahu ada obrolan terkait di grup WhatsApp, ping SMS, atau panggilan tak terjawab?

Ah! Hape saya sesepi parkiran mall pagi hari. Tanpa membuang waktu, saya segera mengirim pesan singkat kepada teman saya. "Assalamu'alaikum, Chef. Saya sudah ada di Botani Square". Tak lupa, saya sematkan 3 emoticons kepala kucing di akhir kalimat.

Alhamdulillah, saya segera menerima balasan dari beliau. "Wa'alaikum salam, Mbak Mew. Acaranya besok Mbak, hari Minggu, 29 Juli 2018. Sekarang kami sedang di Pakansari. Mau memecahkan rekor MURI menyajikan 100 plating desserts."

Food plating

Astaghfirullah! Alamak. Kesilapan ada pada saya, wahai saudara-saudara sebangsa dan setanah air. Rasanya malu juga. Maunya menutupi wajah, tapi otak saya malah mengirim sinyal tertawa. Maka, jadilah saya menertawai kekoplakan diri sendiri.

Keesokan harinya. 29 Juli 2018. Sentul, Permata Golf.

Pagi ini saya pastikan tidak ada lagi kesalahan. Masih merupakan misteri tersendiri, tentang hal apa yang menyilapkan mata dhohir dan bathin saya kemarin. Mungkin kah ada hubungannya dengan tai mata?

Setelah sungkem kepada ibu dan bapak, meminta restu kedua orangtua agar meridhoi perjalanan singkat tersebut, saya pun melangkah keluar rumah untuk kedua kalinya. Bismillahi tawakkaltu 'alallah laa hawla wa laa quwwata illa billah.

Mall Botani Square, Bogor. Pukul 08.00 WIB.

Satu! Dua! Satu dua and right left right left hands up!

Gema musik zumba di parkiran depan Mall Botani Square Bogor memenuhi telinga saya. Seakan-akan berusaha menggoda pejalan kaki, pengendara bermotor, atau siapapun yang melintasi mereka untuk mencuri-curi pandang.

Kepo? Kepo. Taksiran saya ada sekitar 20-30 orang berkumpul di parkiran depan mall melakukan senam aerobik bersama-sama. Pecah yang memecahkan lemak tubuh. Seketika saya terkesima dengan semangat para peserta SKJ.

30 menit saya menanti program senam kebugaran mereka usai. Sambil malu-malu mau, saya menyapa instrukturnya.

Pipit instruktur SKJ dari komunitas ZIN

Namanya Pipit. Wanita paruh baya dengan pipi kemerah-merahan. Tubuhnya berisi. Posturnya tegap. Bahasa tubuhnya pun mantap dan tegas. Darinya, saya kembali mendapati ciri khas keramah-tamahan olahragawan yang ceria juga penuh semangat.

Sudah bertahun-tahun dia menggeluti profesi sebagai instruktur senam di Zumba Institute Network (ZIN). Kisahnya, program kebugaran jasmani yang saya lihat barusan, baru-baru ini saja dibuka untuk umum. Kalau tidak salah ingat, kisaran seminggu setelah lebaran.

Awalnya, pihak Mall Botani Square Bogor mengundang dan membangun jalinan kerjasama dengan ZIN sekedar menyalurkan bentuk perhatian mereka kepada para staf mall saja. Mereka berharap, olahraga bisa menjadi salah satu cara mempererat solidaritas antar pegawai.

Pukul 09.00 WIB.

Alhamdulillah, Bogor Breakfast Festival telah resmi dimulai. Sembari memotret. Jepret sana, jepret sini. Saya menyempatkan memperkenalkan diri ke beberapa koki ICA senior.

Tanya-tanya sedikit, ngajakin ngobrol santai, sambil agak ngerusuhin mereka yang lagi sibuk mempersiapkan stand hidangan laksa. Sesekali saya cuci mata mengunjungi stand pedagang dan komunitas di sisi kanan tenda.

Minggu pagi pekan lalu memang hari yang istimewa. Saya bersyukur memiliki kesempatan mengenal laksa. Yaitu, masakan nusantara yang berbahan dasar ketupat, bihun, dan telur rebus.

Beberapa blogger sudah mengulas tentang varian laksa. Artikel yang paling saya suka, datang dari blog Mas Banyumurti. Membaca tulisan-tulisan beliau, seperti menonton siaran jelajah kulinernya Bondan Winarno.

Susunan kalimatnya sederhana, simple, dan klasik. Namun tidak mengabaikan detail sajian. Itulah mengapa penuturannya mampu menggugah kenangan manis laksa bogor. Mau ikutan ngiler juga?

Coba deh baca kisah perjalanan cita rasa Mas Banyumurti saat mengunjungi kedai laksa bogor di Gang Aut dan Kampung Cincau. Jangan lewatkan juga ketika beliau mampir ke Warung Laksa Indrus (Laksa pemuda). Konon kabarnya, tempat itu merupakan kuliner legendaris di Sukabumi.

Semangkuk laksa Bogor

Oh ya! Melalui festival itu juga, tidak disangka-sangka saya bertemu dengan komunitas menggambar komik. Suatu kejutan ketika melihat meja stand Rainstrip bertengger manis di antara gerombolan pedagang cemilan.

Dulu saya sempat meminta teman saya untuk disambungkan ke ketua Rainstrip agar bisa bergabung. Karena mayoritas anggota Indonesian Envato Authors (Idea) lebih banyak berada di Jakarta, Bandung, dan Medan.

Sayang sekali, realita tidak berjalan semulus harapannya. Saya harus melalui soft reject berulang kali terlebih dahulu. FYI but not FYA, ya. Saat pertama kali apply, submisi saya didiamkan begitu saja. Tidak ada kejelasan sama sekali dari Ketua Rainstrip. Apakah saya ditolak atau diterima?

It's fine lah. Untung saya warga Idea. Pending review, soft reject dan hard reject tak lantas membuat saya patah arang. Pernah dengar kalimat "doa adalah senjata orang beriman"?

Kala pintu-pintu sudah ditutup, jendela digerendel, dan kerai-kerai diturunkan. Maka, yakinlah Allah yang pegang kuncinya. Kalau rezeki, dia tak kan kemana, pun tidak akan tertukar. Pasti selalu ada jalan menuju Mekah. Sekali pun harus berjalan kaki, bahkan merangkak.

Pukul 10.00 WIB.

Event Bogor Breakfast Festival 2018 pun dibuka meriah. Sebenarnya, ini acara apa sih?

Bogor Breakfast Festival 2018

Singkatnya, Festival Laksa ini diselenggarakan oleh Disparbud dan Ekraf Kota Bogor, bekerjasama dengan ICA, PHRI, dan Botani Square. Acara ini juga didukung oleh Wonderful West Java Indonesia dan Pesona Indonesia.

Apa yang menarik? 100 varian laksanya yang bikin unik. Selama ini, masyarakat hanya mengenal Laksa Bogor, Laksa Betawi, Laksa Jepara, Laksa Lingga, Laksa Serawak, Laksa Penang, Laksa Kelantan, Laksa Kuah Putih, dan Laksa Katong (dikenal juga sebagai Laksa Singapura).

Semua jenisnya memiliki ciri khas masing-masing. Misalnya Laksa Singapura. Kalau kamu suka manis pedas, boleh lah cicipi kudapan satu ini. Pada semangkuk laksanya, kita akan temukan tahu, kerang, udang, dan sayur mayur disiram lautan kuah merah padat lemak. Tidak ketinggalan, sambal!

Atau Laksa Serawak. Dia berasal dari Sarawak, Pulau Kalimantan. Laksa ini menghadirkan khas makanan berkuah yang Indonesia banget. Yaitu, ikan-ikanan, irisan tipis tahu, dan mie kuning. Rasa kuahnya persis kuah kari. Namun, bumbunya lebih berani dan josss.

Balik lagi ke acara Bogor Breakfast Festival 2018. Di jam segini ini, 1000 porsi laksa gratis siap dihidangkan. Banyak warga Bogor yang mengantri. Saya yakin, mereka juga penasaran dengan laksa buatan tangan para koki senior Indonesian Chef Association (ICA).

Seperti mereka, saya juga kepo. Senikmat apa sih laksa buatan koki yang sejak lama dikenal mampu menyajikan hidangan dengan cita rasa bintang 5, jika dibandingkan dengan juru masak kedai-kedai legendaris?

Laksa original

Semangkuk laksa original pun sudah ada di tangan. Sesuap demi sesuap. Saya hayati sepenuh hati. Rupanya, begini rasanya. Semangkuk laksa berisi potongan tahu, lontong, telur, dan mie kuning. Disiram kuah kuning. Oh ya, lontongnya mengingatkan saya ke nasi kepal KFC.

Sekilas info dari Mas Banyumurti. Laksa itu banyak macamnya. Ada Laksa Betawi yang menjadikan udang rebon sebagai toping. Kemudian, Laksa Bogor yang pakai oncom dan parutan kelapa sebagai ciri khas. Sedangkan, Laksa Melayu bisa kita temukan dengan mudah di Singapura dan Malaysia.

Pukul 10.30 WIB.

Sekitar 2,5 jam lagi acara akan berakhir. Di tengah-tengah hiruk-pikuk, saya menyibukkan diri dengan menjelajahi meja-meja partisipan. Terlihat jelas peserta yang hadir didominasi oleh para siswa. Ada dari SMK Negeri 3 Bogor, SMK Wikrama, dan SMK Sahid.

Kabar gembira untuk siswa-siswi jurusan tata boga, karena di event ini pula diadakan penilaian sajian laksa, dimana pemenang pertamanya akan mewakili seluruh sekolah Kota Bogor dalam kejuaran Indonesian Chef Expo di Jakarta Expo Kemayoran pada tanggal 26 Agustus 2018.

Indonesian Chef Expo merupakan acara bergengsi. Event tersebut hanya dihadiri oleh peserta-peserta dengan skill teruji. Tidak hanya diukur dari kemampuan memasaknya saja, melainkan juga tentang kesiapan merealisasikan gagasan, ketangkasan meracik, dan keterampilan menghias hidangan.

Selamat kepada SMK Negeri 3 Bogor yang terpilih sebagai perwakilan sekolah-sekolah kejuruan se-Kota Bogor. Semoga bisa lebih memaksimalkan diri lagi saat mengikuti Indonesian Chef Expo 2018.

Usai mendengarkan pengunguman, saya beranjak menuju Gramedia. Artinya, artikel ini pun berakhir di sini. Akhir kata, saya ucapkan terima kasih kepada teman-teman pembaca. Sampai jumpa lagi di tulisan-tulisan berikutnya.

Calon chefs dari SMKN 3 Bogor

Komentar

  1. Beuh pemain moba ternyata, cadas Mew, tak disangka tak dinyana ternyata aktif main moba, coba dong maen PUBG aja, yuk yuk yuk...*racun

    Laksa, rasanya unik, pernah beli cuman yang di Gang Aut aja sama yang di Cijeruk, aku suka sih tapi gak sampe nagih. Agak anyep anyep gitu rasanya buatku mah.
    Event ini aku tau juga kan di grup ada, tapi ya karena bukan pehobi laksa ya aku lewatkan. Ternyata rame bet ya acaranya.

    Jadi....kapan maen PUBG? :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. Main Minecraft aja, game bocil, hahaha... :D aku gak jago menembak...

      Mungkin Pay sukanya sama makanan yang nendang...

      Hapus
  2. waaaaaah, festival yg menarik ya teh.
    laksanya keliatan enak hihi
    cara bercerita teteh enak banget dibacanya, jadi berasa ikutan pergi :D

    ngomongin laksa, jadi inget jaman kecil ada tukang laksa yg sering masuk gang rumah.
    seiring berjalannya waktu, tukang laksanya ga dateng2 lagi jadi kalau mau makan laksa ya ke Surken atau ke Jembatan Merah kalo pagi-pagi.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Alhamdulillah hehehe... Semoga bermanfaat, Mbak...

      Iya, Mbak. Kata chef-chef di sana juga sekarang ini pedagang laksa mulai langka, trus kokinya juga udah pada tua-tua. Makanya, mereka ngadain festival ini biar laksa kembali menggeliat ditangan koki-koki muda... Konsepnya, dari anak muda, untuk anak muda.

      Hapus
    2. Alhamdulillah :)

      iya, keren pisan teh.
      biar lewat sosmed juga bisa dilestarikan makanan tempo doeloe ini.
      supaya gak kalah hits juga dengan makanan lainnya :)

      Hapus
  3. mantap... budaya daerah harus di lestarikan

    BalasHapus
    Balasan
    1. hehehe iya... terima kasih sudah mampir dan ngasih komentar yaa... ^^

      Hapus
  4. Dulu waktu aku sempat tinggal cukup lama di Bogor, memang sih udah jarang banget ditemui pedagang laksa kelihatan keliling menjajakan dagangannya, juga yang ngetem.

    Untungnya sekarang digalakkan dengan festival seperti ini.
    Jadi kepopuleran makanan traditional ngga tergerus dengan makanan-makanan kekinian.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya, betul, gan. ^^ Semoga lebih banyak kedai yang menambahkan laksa di menu mereka... Terima kasih sudah mampir dan meninggalkan komentar ^^

      Hapus

Posting Komentar

Apa yang Anda pikirkan setelah membaca tulisan ini?