Cantiknya Dia, Pilihan Hatimu

Senja telah menjelang. Langit kian meredup seiring tenggelamnya Sang Bagaskara di cakrawala. Layar monitorku menyala menampilkan foto terbarumu. Seketika hatiku tergugah untuk mengunggah kabarmu, duhai sahabatku. Jika sebuah pertanyaan kuajukan padamu, akankah keterus-terangan dalam hatimu menjawab segalanya? Ataukah, kamu memperlihatkan ketegaran sebagaimana biasanya?
"Aku baik-baik saja dan tidak memiliki masalah apa-apa."

Happy with your luck!
Photo by loveofromance.com
Begitulah kamu, wahai sahabatku. Tidak sadarkah kamu bahwa aku sanggup merasakan kegusaran di hatimu?

Telah kubaca satu per satu celotehan itu. Bagaimana indahnya kata demi kata yang tersusun menggambarkan keriangan hati seorang sepertimu. Tampak bahwa kamu telah menemukan wanita yang akan menjadi teman hidupmu. Wanita yang menyayangimu dan sanggup menampung perhatianmu tanpa ketakutan di hatinya.

Tidak, kawan! Sekali-kali tidak. Aku tidak cemburu. Aku pun tidak merasa tersingkirkan. Sejak pertama kita berkenalan. Sejak hadiah pertamaku untukmu. Sejak itulah aku selalu mengharapkan kebaikan selalu tercurah untukmu. Dan aku bahagia atas hidupmu. Atas keberuntunganmu.

Masihkah kamu tersakiti atas kata-kataku? Ataukah masih tersimpan dalam kenanganmu bagaimana kekerasan sikapku kepadamu? Itu semua karena aku menyayangimu sebagai sahabatku. Sebagai temanku. Sebagai saudaraku.



Aku hanya memenuhi permintaanmu, yang diam ketika melihatku. Aku hanya memastikan kamu baik-baik saja. Dan, kamu memang tampak baik-baik saja. Semoga begitu adanya, duhai sahabatku. Walau getir hatiku mengetahui kenyamananmu adalah menghilangnya peredaranku dari orbitmu. Tapi tidak apa-apa.

Suatu hari, aku ingin datang ke acara syukuran pernikahanmu dengan wanita pilihanmu itu. Tidak apa-apa jika kamu tidak nyaman, maka cukuplah bagiku melihat kalian bahagia. Cukuplah bagiku mengantar niat baikmu melalui doa. Cukuplah bagiku bicara denganmu melalui daya dan upaya yang kubisa. Cukuplah bagiku berbisik kepada Tuhanku mengenai kebahagiaanku atas dirimu.

Wahai sahabatku, tulisanku ini bukanlah akhir dari segalanya. Aku bahagia pernah bertemu hingga akhinya mengenalmu karena aku banyak belajar darimu. Jika bisa kuputar waktu, maka akan aku biarkan waktu demi waktu yang telah dilalui, baik dan buruknya, terjadi begitu saja tanpa harus ada yang dirubah. Karena tidak ada yang salah, dalam durasi pertemanan kita.

Aku ucapkan selamat, wahai sahabatku. Jagalah dia, perempuan calon penghuni surga, yang kecantikannya sudah diperlihatkan sejak di dunia ini. Jagalah dirimu sendiri, wahai pemuda yang dirindukan surga.

Komentar

  1. hayo,,sahabat apa sahabat itu....nie cerita beneran ta mbak???

    BalasHapus
    Balasan
    1. ah ya mbak ini lhoooo...
      sahabat betulan itu.... hanya kelihatannya interpretasi melalui postingan ini jadi berlebihan ya? :-d

      Hapus
  2. sahabat lelaki "Tersayang" terlihat memang terlalu berlebihan sepertinya ada hubungan special antara kalian berdua

    BalasHapus
    Balasan
    1. haha... =)) cemburu ya bro anonymous? iya sieh cara ngomong saya emang kurang tepat...
      oke oke.. makasih koreksinya... kalimatnya sudah diperbaharui.

      Hapus

Posting Komentar

Apa yang Anda pikirkan setelah membaca tulisan ini?