Multi Level Marketing Pahala

Sudah berselang seminggu sejak postingan saya tempo lalu tentang menoleransi hak-hak umat muslim dan non-muslim di Bulan Ramadhan. Waktu berlalu, seakan mendahului kilat. Meninggalkan ide-ide di kepala saya yang masih setia menunggu super hero-nya, The Article Man , di Halte Penerbitan.

Ini merupakan komentar lanjutan dari dua seri postingan nge-blog-nya Palagan, --blog comments and the series. Jika tanggapan saya kemarin dianggap gak nyambung, karena perbedaan cara pandang kami. Maka, komentar kali ini, akan lebih gak nyambung lagi... //--Hehe..
Tapi, saya mau sharing persepsi berkaitan tentang postingan sebelumnya?

Jadi, begini. Antara saya dengan Palagan sama-sama memiliki landasan berpikir, hanya saja kami berseberangan. Walaupun begitu, bukan berarti pendapatnya salah, sedangkan saya benar. Vice versa.

Tahu kah kamu?

Memberi tirai-tirai pada setiap warung-warung di Indonesia, dimulai sejak zaman pemerintahan Bapak Mantan Presiden RI Soeharto. Beliau berpendapat bahwa aktivitas makan, minum, dan ngerokok oleh mereka yang tidak diwajibkan berpuasa, bisa mengganggu kesempurnaan ibadah. Kalau pendapat saya pribadi sieh, peraturan semacam ini lebih cocok diterapkan pada zaman sekarang, karena rumah makan plus pengunjungnya tidak se-massive dulu. Seseorang, secara lisan, memang berniat menjalankan Puasa Ramadhaman hanya untuk Allah, tapi siapa yang bisa menjamin ternyata puasanya bukan "puasa dendam". Akibatnya, jadi cepat ngiler. Gampang ngedumel. Sensitif. Capek nungguin waktu bedug Maghrib yang gak kunjung ditabuh. Ditambah lagi, jadi kesarungan tiap kali melihat orang lain makan dan minum. Sehingga, puasanya menjadi sia-sia. Bukan dapat pahala, malah menambah dosa dan merasa sengsara.

Ten minutes more.. Hurry up! You, clock!
Photo by ruangfana.blogspot
Zaman sudah berubah. Begitu pula perkembangan psikologi dalam menghadapi kondisi. Tampaknya, menghiasi warung dengan dekorasi tirai-tirai dianggap tidak relevan. Puasa adalah ibadah siir. Satu-satunya ibadah yang bersifat rahasia atau dilakukan secara diam-diam. Hanya dia, yang berpuasa, dan Allah-lah yang tahu. Jadi, mulai bermunculan pendapat bahwa, puasa gak perlu dipamer-pamerkan atau ditunjukkan. Lagi pula, dengan apa menujukkan saya berpuasa atau enggak?

Apakah melalui bibir kering dan bau mulut? //--haaahhhh... Gak perlu... Toh, banyak kok orang yang berpuasa tapi nafasnya wangi...
Atau wajah pucat dan badan lemes sampai mau pingsan ?
Tenang saja, puasa gak bikin separah itu kok... Buktinya masih ada orang puasa tapi tetap segar.



Then, kira-kira gitulah intisari pembicaraan kami. Saya paham kok maksudnya. Tapi beginilah dunia. Lebih tepatnya, beginilah Indonesia. Aneh. Ajaib. Dan masih eksis. Yang perlu dilakukan hanyalah, menjalankan sesuai keyakinan. Saya meyakini, lebih baik makan di tempat yang gak kelihatan oleh orang yang berpuasa agar dia nyaman dan saya jadi tidak sungkan. Maka, itulah yang saya jalankan. Dan jika Palagan meyakini, sebaiknya orang yang berpuasa tidak menyiksa mereka yang tidak wajib berpuasa, maka dia akan bertindak demikian.

Intinya, Bulan Ramadhan adalah bulannya melatih kesabaran. Saya akan lebih banyak menjumpai berita-berita tidak masuk akal dan perilaku berlebihan, khusus di Bulan Ramadhan. Itulah ujian yang sesungguhnya.
Duh! Belum apa-apa, tulisan saya sudah panjang begini...
//--Sabar bacanya ya. Insya Allah berkah!

Kemudian, ada yang menarik dari ceritanya Palagan. Gara-gara baca blognya itu, saya jadi teringat kisah Syeikh Abdul Qadir Al-Jailani yang dibangunkan oleh seekor kucing.

Sudah pernah dengar cerita ini?

Kamu suka kucing? Saya sangat suka binatang kesayangan Baginda Rasulullah tersebut.

Begini ceritanya...

Suatu malam Syeikh Abdul Qadir Al-Jailani kelelahan, sehingga ia tidur sangat nyenyak. Akibatnya, hampir saja ia melewatkan waktu sholat malam. Dalam suatu versi diceritakan sholat yang dimaksud adalah "Sholat Subuh", namun versi lain berpendapat Sang syeikh hampir melewatkan "Sholat Sunnah". Kalau mau tahu versi mana yang benar, coba deh tanya ke Syeikh Fikri Thoriq melalui twitter di @Syeikh_Fikri.
Kemudian, datanglah seekor kucing liar. //--Miaawww... 

Kucing tersebut mengeong sampai Sang syeikh terbangun. Begitu tersadar, beliau kaget karena waktu sholat sudah hampir habis. Maka Syeikh Abdul Qadir Al-Jailani segera bangkit dari tempat tidurnya, kemudian berwudhu untuk mendirikan sholat.

Selesai sholat, beliau mulai melakukan wirid sesuai yang disunnahkan Nabi Muhammad s.a.w.
"Subhanallah... Subhanallah... Subhanallah..."
Di tengah-tengah wirid, Sang syeikh melihat ke arah kucing yang tadi membangunkannya. Singkat cerita, ia membatin, "kok rasa-rasanya tingkah kucing ini agak lain? Tadi berisik banget meang-meong... meang-meong... Eh, sekarang malah tenang-tenang aja..."

Syeikh Abdul Qadir Al-Jailani pun membuka mata batinnya. Dan...
Memang ada yang gak beres sama kucing satu ini. //--Eng ing eeeng...

Maka, kucing tersebut langsung ditanyai oleh Sang syeikh.
"Hei, kamu! Iya kamu..."

"Miaawww?" Jawab Si kucing.

"Kamu bukan kucing, ya?" Syeikh Abdul Qadir Al-Jailani langsung main tuduh sambil pasang tampang horror.

"Miaaw..." Kucing kok ditanyai, kucing atau bukan. Ya jelas kucinglah. Wajar saja kalau dia, kucing itu, menggelengkan kepala?

"Ngaku aja! Kamu bukan kucing, kan?"

"Miaawww!" Lagi-lagi dia geleng kepala. Melihat kegigihan Si kucing, Syeikh Abdul Qadir gak kehabisan akal. Dipancing tuh kucing buat masuk ke pertanyaan jebakan.

"Oh... Jadi kamu beneran kucing, ya?"

"Miaaw..." Kucing tersebut kali ini mengangguk.

"Lho?! Kok kucing bisa nganggukin kepala? Tadi geleng-geleng, sekarang ngangguk. Gak ada tuh sejarahnya kucing bisa ngangguk atau ngegengeling kepala..." //--Nah! Kena deh dia...

Kalau saya ketemu kucing seperti ini, wah sudah lari pontang-panting, tunggang-langgang, kepontal-pontal. Mungkin saya bakalan bilang, "udah deh, gak usah nyahut... Jangan dekati saya! Jangaaaan!"

Okay. Saya lanjutin ya...
An evil inside the cat
Photo by flickr.com
Akhirnya, mengakulah Si kucing, "saya adalah jin iblis..." Ternyata kucing ini jelmaan jin yang menyandang status iblis. Jin tersebut tidak mau menampakkan wujud aslinya, sehingga dia berdialog masih dalam wujud kucing, dengan gaya digarang-garangin. Sok serem.
Tepatlah dugaan Syeikh Jailani. Lalu dia pun bertanya lagi, "ada keperluan apa kamu menemui saya?"
"Berterima-kasihlah kepadaku..." Perintah jin tersebut, "karena aku telah membangunkanmu agar tidak ketinggalan waktu sholat."
"Buat apa kamu membangunkan saya sholat? Kamu ini kan jin, apalagi kategori iblis..." Syeikh Jailani heran mendengar ucapannya jin, yang notabene pasukan iblis. Dimana-mana iblis bertugas menyuruh manusia supaya malas, marah-marah, sombong, dengki, hasut, dan hal-hal semacam itu. Jadi, aneh juga jin satu ini. 
 Tahu apa jawabannya jin? Dia bilang begini...
"Saya tidak mau kamu terlambat sholat. Karena setiap kali kamu melewatkan satu waktu sholat, maka kamu akan menggantinya sebanyak 10 kali lipat, sedangkan kalau kamu mengerjakannya tepat waktu, maka bilangannya paling sedikit hanya dua rakaat."

Melalui kisah ini, bisa dipetik manfaat, bahwa iblis itu pintar dan licik. Coba saja bayangkan, daripada Syeikh Jailani menebus kelalaian sholat sebanyak 10 kali lipat sebagai hukuman, lebih baik iblis membangunkan dia.

Nah! Korelasi antara kisah Syeikh Jailani dengan cerita di blognya Palagan adalah...
Sebaiknya hati-hati agar tidak tergelincir dalam toleransi yang sudah ada porsinya. Saya pun sepakaat untuk tidak menghalangi bahkan menutup rejeki orang lain. Tapi percayalah, jika Allah sudah menghendaki datangnya rejeki tersebut, mau dihalangi oleh apapun dan siapapun, pasti akan tetap sampai.
"Gimana ceritanya? Ada orang sakit lantas diberi kesempatan oleh Allah untuk menyegarkan diri melalui lupa, padahal dia sedang berpuasa. Masa mau dihalangi? Ya itulah, bagaimana Allah menyampaikan kenikmatan dengan cara membungkam mulut saya..."
Ainul yaqin saja. Kalau perlu haqqul yaqin.

Seandainya saat itu, Palagan berani mengingatkan temannya yang sakit --bukan mencegah tapi mengingatkan, dengan bilang, "Hey! Kamu kan lagi puasa..." akan timbul dua kemungkinan.

Kemungkinan pertama, wanita tersebut gak jadi minum, yang artinya dia bertahan dalam kehausan sampai klenger dan keblinger. Kemungkinan kedua adalah dia memilih minum, berarti membatalkan puasa lebih cepat.

Kenapa, merasa gak tega? Apakah karena dia wanita mualaf dan sedang puncaknya sakit?

Harus tega. Tega untuk mengingatkan. Tega untuk membiarkan dia mengambil keputusan. Tega memberikan dia peluang untuk memilih apa yang terbaik bagi dirinya. Karena berawal tega itulah, ilmunya akan bertambah.

Kan bisa saja nanti menambah ilmunya melalui saran, "kamu boleh kok membatalkan puasa lebih cepat, kalau memang sudah gak kuat. Nanti, hitungannya kamu punya hutang puasa yang harus dibayar di luar Bulan Ramadhan."

Sudah. Cukup sampai di situ.

Shaum is awesome
Photo by duniaradioku.blogspot
Perkara dia nanti akan minum atau tidak. Membatalkan atau tidak. Itu urusan dia, bukan kamu. Yang perlu dilakukan adalah sebatas mengingatkan. Coba deh renungkan, apa kamu mau di akhirat nanti ikut memikul dosanya seperti kamu meringankan pengetahuan dia?

Toh, tetap saja yang namanya wanita akan bayar hutang puasa. Mungkin dia terpaksa membatalkan puasanya karena menganggap dia sudah terlanjur batal. Atau, meneruskan berpuasa tapi dengan keragu-raguan, "sah gak ya puasaku? Masih dihitung malaikat gak ya?"

Kalau sudah begini, siapa yang berdosa? Ya gak tahu, coba tanya ke malaikat. Dalam kasus seperti itu, malaikat mencatatnya di buku kebaikan atau keburukan?

Mengingatkan sekaligus menambah bobot pengetahuan, tidak sulit kan? Apa lagi Allah jelas-jelas memberi kemudahan:
"waman kaana mariddan aw 'alaa safarin fa'aaiddatun min ayyaamin ukhara"

Artinya: Dan siapa yang sakit atau dalam perjalanan (sedangkan dia tidak berpuasa), maka gantilah sebanyak hari yang ditinggalkan, pada hari-hari yang lain.
Islam itu simple, indah, logis, gak ribet, dan banyak keringanan.
"yuridullaah bikumulyusra walaa yuridu bikumul'usra"
...sesungguhnya Allah menghendaki kemudahan bagimu dan tidak menghendaki kesukaran...

Ah sudahlah, lebih baik saya balik ke dapur, nerusin jemur piring dan gelas...

Komentar