Presiden Indonesia, Presiden Pilihan Kambing

Dasar dunia! Ada-ada saja tingkahnya. Gak Jerman, Polandia, Amerika, Ukraina, rata-rata negara dengan adidaya dan kemajuan berpikir, --setidaknya begitulah paradigma rakyat jelata Indonesia terhadap bangsa mereka, menggantungkan kepuasan atas pengetahuan masa depan melalui insting binatang.

Rakyat kambing, Presidennya juga kambing
Photo by merdeka.com


Awalnya saya merasa lucu hingga jadi guyonan keluarga saat melihat orang-orang berdecak kagum atas ramalan jitu seekor binatang tentang Sang juara piala dunia.
"Sakti! Amazing! Hebat! Luar biasa!"

Testimonialnya begitu.

Berkat pilihan binatang-binatang ternak nan jinak, lesu dan loyolah mereka yang benderanya diramalkan kalah. Lantas, untuk apa latihan berbulan-bulan, bahkan digadang-gadang manusia mental rimba menjadi juara lantaran banyak pemain hebat mulai dari senior hingga junior bergabung menjadi satu dalam kesebelasan yang katanya powerful? Jika, binatang peramal sakti mandraguna telah menetapkan bahwa lawannya yang sama sekali gak kece itu jadi juara.



Masih ingat melekat dalam memori tentang ketepatan hasil pertandingan Piala Dunia 2010 oleh Paul si Gurita, melalui aksi unik lagi memukaunya.

Hebat! Iya, hebat. Kata pendukung Spanyol dan reporter media massa mengelu-elukan kehebatan gurita tak berakal. Hebat! Iya, hebat. Bagaimana bisa insting gurita yang sejatinya hanyalah binatang yang doyan memuaskan nafsu perutnya mengalahkan prediksi manusia? Sekali lagi, hebat! Iya, hebat. Begitu rendahnya kemampuan dan nasib hidup saya sebagai manusia dibandingkan binatang-binatang peramal piala dunia. Saya dipaksa mengaku kalah dari gurita, gajah, ilama, dan babi.

Babi?!

Jadi, merekalah binatang pilihan Tuhan? Luar biasa. Merekalah binatang pilihan Tuhan-Tuhan yang dituhankan manusia. Fantastis!

Saya maklum dengan kegilaan manusia atas pesta pora gemilang piala dunia. Saya pernah berharap bahkan berdoa, Indonesia tidak tertular Virus Nasib di Kaki Binatang Peramal. Sayangnya, saya hanya pernah berharap, dimana dengan kata lain saya tidak kontinyu mengharapkan kesejahteraan bangsa diatur oleh Allah Jalla Jalaluh.

Namun, naas. Memang nasib bangsa sudah tercoreng moreng oleh jiwa-jiwa pendengki berbaur kesyirikan. Musyrik lagi munafik. Bangsa yang bergeliat dengan ragam kemolekan Tuhan. Bangsa yang mengusung jiwa patriotisme berlandaskan Bhineka Tunggal Ika. Bangsa yang sudah dibukakan pintu gerbangnya oleh para pejuang melawan kolonial Belanda, Jepang, dan Inggris. Harus tunduk, patuh, dan pasrah terhadap pilihan Jack, kambing asal Jawa.

Dukunnya sekarang kambing! Pemilih presiden sekarang kambing!

Presiden saya, presiden pilihan kambing. Serius?


Komentar

  1. seeep,,,kita harus selektif memilih presiden,,,jangan mau jadi kambing congek,,,dan salut ama mbak mew yg berani blak-blakan membuka suara ini,,,semoga kita menjadi bangsa yg cerdas,,,

    BalasHapus
  2. heehee, ada ada aja ya mbak, tapi untuk di Indonesia ini kita harus jeli dan teliti untuk menentukan mana pilihan kita nantinya :D

    BalasHapus
  3. Alangkah lucunya negeri ini,
    Kambingnya disuruh melihat debat capres cawapres aja mbak. Selain menghindari keberpihakan informasi penting langsung dari sumbernya bisa menjadi pertimbangan untuk dipilih.
    salam dari Malang

    BalasHapus
  4. Mempercayai ramalan orang saja nggak boleh apalagi ramalan kambing.
    Orang cerdik pandai saja percaya ramalan apalagi mereka yang tidak cerdas.
    Seorang bacaleg sampai mandi di sungai agar terpilih, dan...ternyata gagal.
    So, jangan percaya ramalan deh.
    Salam hangat dari Surabaya

    BalasHapus
    Balasan
    1. setuju saya pakde cholik...
      tapi begitulah manusia...
      makasih ya udah mampir pakde :D

      Hapus
  5. Hehe, seneng deh baca artikel ini, Mba! Lugas, blak2an dan BRANI. Yup, harus cerdas dan jgn menggantungkan keputusan penting pada hewan ah! Mau jadi apa kita ini kalo di era secanggih ini msh juga sujud dan menanti si hewan yang memilihkan. Hehe.

    Salam,
    Alaika
    http://alaikaabdullah.com

    BalasHapus

Posting Komentar

Apa yang Anda pikirkan setelah membaca tulisan ini?