Emangnya Enak Jadi Freelancer?

Masih ingat dalam rekam jejak kehidupan saya mengenai perbincangan seputar karier dan prestasi kerja ketika kumpul bareng teman-teman. Umumnya, --walau gak tiap kali juga sieh, topik menyenangkan adalah tempat kerja dan salary.
"Kamu kerja dimana sekarang, Mew?"

I am freelancer
Photo by aspirantsg.com
Kalau sudah ditanyai yang begituan, saya agak mendam-mendem juga ngejawabnya. Lha, entah kenapa ada perasaan: Wow! Saya itu beda sendiri.

Tempat kerja saya belum sebonafit itu. Status staff juga masih kuli rangkap. Alhamdulillah, salary cukuplan buat bayar tagihan internet, telepon, dan listrik bulanan. Biarpun mesti ngalah-ngalahin biaya rumah tangga. Istilahnya, saya mesti ngencengin ikat pinggang buat bertahan hidup sebulan.

Seru sieh, begitu denger cerita teman-teman tentang pengalaman kerjanya. Waktu ketemu client. Kejahilan rekan kerja dan boss. Betapa suntuknya menghadapi macet tiap pagi, siang, sore, dan malam. Pengalaman ketemu penghuni kereta Jabodetabek yang unik bin ajaib. Apalagi begitu ada kabar soal pangkat yang pasang-surut. Plus, betapa happy-nya mereka yang habis gajian. Lalu, gimana dunk dengan saya?
"Kamu kerja dimana sekarang, Mew?"

Iya sieh, pertanyaan simple. Jawabannya pun sangat mudah, karena itu bukanlah eksakta yang mesti memerlukan perhitungan dan timing yang tepat, serta akurat. Yaitu: Saya freelancer!



Tapi, jawaban saya itu bisa berujung pada mindset atau paradigma yang berkepanjangan dalam otak-otak bengis mereka. Menjadi freelancer bukanlah nasib yang mesti dijalani. Melainkan, pilihan yang tidak bisa dinikahi. Ho oh! Ngger. Saya serius. Kalau dalam dunia market charting alias Forex dan sebangsanya berlaku hukum: Don't get married with Trades. Maka, apakah berlaku juga dengan mereka yang berstatus freelancer?

Menjadi freelancer kelihatannya memang menyenangkan. Seakan waktu dalam genggaman. Seakan dunia berputar sesuka saya. Seakan harta gak habis-habis, --padahal, cekak juga kalau pas gak ada job. Seakan bisa pergi kemana saja tanpa harus terikat dengan kontrak kerja. Poinnya adalah: I can do it anything as long as I am a freelancer.

Oh, really?!

Do you wanna be a freelancer?
Photo by carefulcents.com
Realita mengatakan sebaliknya. Senyaman atau seenak apapun saya sebagai freelancer. Saya tetaplah seorang pengangguran. Saya tekankan sekali lagi. Saya ulangi lagi. Dan, camkan pengakuan saya ini. Seenak atau senyaman apapun saya sebagai freelancer, saya tetaplah seorang pe-ngang-gu-ran. Baru bisa makan enak kalau ada job order. Baru bisa jalan-jalan dengan fasilitas travel normal hingga high quality kalau dapat proyek besar. Baru bisa tidur nyaman kalau semua tugas selesai dikerjakan. Baru bisa bayar tunggakan listrik, telepon, air, internet, dan tagihan di warung tegal pojokan sana kalau invoice client sudah dilunasi.

Sebulan bisa saja kebanjiran order. Ada kalanya juga, sebulan bahkan lebih dari itu, gak ada order sama sekali. Ya mau gak mau saya mesti puasa.

Beda sama teman-teman saya yang status kerjanya adalah karyawan. Tiap bulan selalu terjamin kehidupannya. Walaupun cuma ongkos pergi-pulang dari rumah ke tempat kerja, setidaknya masih punya pegangan dalam bentuk uang. Lha, kalau saya? Pegangan saya palingan, yaaaaahhhhh... Ilmu dari pengajian di majelis ta'lim. Gak apa-apa deh, yang penting masih ada yang dipegang.

Ngomongin soal freelancer. Ada omongan menarik datang dari salah satu teman saya. Baca adegan ini dengan humor ya. Karena saya yakin dia tidak bermaksud buruk melalui ucapan satirnya.
"Suatu hari, saat saya lagi asyik cengar-cengir sambil ketak-ketik di blog. Seorang teman yang sedari tadi duduk dan memperhatikan ulah saya membuka percakapan: Mew, kamu kerja apa sieh?"

Saya kadang kalau lagi ribet, trus ditanya-tanya, emang suka menerka-nerka sendiri arah pertanyaannya. Maksudnya, cenderung memprediksi pertanyaan yang akan datang setelah itu, sehingga yang saya jawab bukanlah pertanyaan saat ini. Tapi pertanyaan di masa yang akan datang.

Contohnya, kalau saya ditanya, "Mew, sudah makan belum?" Jawaban saya bukanlah 'Sudah' ataupun 'Belum'. Melainkan, "Iya, nanti makan. Makan duluan saja kalau udah pengen makan..."

Atau...

Kadang ada juga pas ditanya, "Mew, pagi-pagi gini kok sudah pergi. Mau kemana?" Kalau saya lagi buru-buru dan gak ada santai-santainya, maka jawaban saya cuma ada dua kemungkinan yaitu, "ada apa?" dan "iya nieh, ada keperluan, pulangnya mungkin nanti malam. Sudah dulu ya."

Halo! Halo?! Lha, koplak tenan. Pertanyaannya itu "mau kemana", bukan "kapan pulangnya". Okay! Then, skip this. Mari saya lanjutkan ceritanya.
"Berdasarkan kebiasaan saya, maka saya hanya ngejawab sekenanya: Hmm saya kerjanya di rumah. Ngiris bawang, motongin cabe, ngulek sambel..."

Saya ini memang gak ada bakat-bakatnya buat jadi peserta Stand up Comedy. Biarpun dia, yang ngajakin saya ngomong, cengar-cengir denger jawaban saya. Tapi, percayalah! Rasanya pasti bete, gumun, kikuk, dan pengen tepokin jidat saya.
"Sambil gemes-gemes gitu, dia nanya lagi: Serius, Mew! Kamu kerja apa sekarang? 
Ya, mau gimana lagi? Kadang ada perasaan kalau saya ini belum sesukses itu buat membanggakan profesi saya. Tapi, karena dia maksa, ya sudah lah, saya jawab juga: Saya freelancer. 
Saya harap. Jawaban saya tersebut sudah cukup memuaskan rasa ingin tahunya. Eh, ternyata belum lho... Saya masih juga dicecer dengan pertanyaan: Freelancer itu kerjaannya ngapain, Mew? 

Pengen deh, saat itu saya jawab, 'freelancer itu kerjanya cari kerjaan.' Tapi, apa ya pantes kalau saya jawab begitu? Lha, wong dianya lagi serius kok. Sayanya pun bingung mendeskripsikan pekerjaan ini. Akhirnya, saya jawab dengan penjelasan yang disertai ilustrasi. Lebih kurangnya, seperti berikut ini:
"Saya itu kerjanya cuma pas ada order. Bisa dimana saja, dan kapan saja. Cenderung fleksibel dan aktif di malam hari. Kira-kira mirip cerita babi ngepet lah. Jagain lilin..."

Lucu gak? Enggak lucu ya? Garing ya? Ya sudah deh, kalau gak lucu. Saya akhiri saja postingan saya ini. Kesimpulannya adalah menjadi freelancer bukanlah pilihan yang menyenangkan, jika tidak bisa disiplin. 

Komentar

  1. saya ngerasain banget nih kalau lagi kuliah, dan kuliah saya kebetulan malam, suka ada yang nyeletuk "Kerja di mana ral ?, gw jawab " gw freelancer",
    bsk nya orang itu ngomong "ayo bsk ntr malam maen ral kan lu nganggur ini, -,- kadang - kadang di hati suka ada rasa kesel wkwk, berharap pertanyaan "kerja di mana? ", di ganti dengan "lagi sibuk apa sekarang?" mungkin akan menjadi topik yang menarik untuk di bicarakan, eh saya curcol hahaaha :d

    BalasHapus
    Balasan
    1. wakakakak =)) sabar mas gerald... no hurt feeling kan?

      Hapus
  2. Salam kenal, Mew. Sama nih, aku juga freelancer dan masih recehan dapet honornya hihihi... tapi udah males ngelamar kerja lagi. Susah juga kalau ditanya kanan kiri, kamu kerja di mana? kok, di rumah aja? errrrr.....
    Dan sekarang lagi mabok, ngebut setoran. Kudu dikerjain, kalau enggak klien bisa kabur hihi

    BalasHapus
    Balasan
    1. salam kenal juga ya, efi :-d
      aseeek... ketemu lagi sama teman sesama freelancer... :)

      Hapus
  3. Aku malah ingin jadi freelancer mba mew
    Btw, bisikin dunk freelancernya di bidang apa? Ingin join boleh gak yah?
    @rizka2701

    BalasHapus
    Balasan
    1. wih! boleh banget mbak rizka...
      saya tukang gambar mbak... itu twitternya ya? :)

      Hapus
  4. Hehehe mungkin jadi freelancer itu salah satu langkah awal sebelum bisa mengembangkan sayapnya ke job yang lebih lagi, Mbak. Lagipula hikmah jadi freelancer kan bikin kita jadi orang yang jago mengambil kesempatan dalam setiap kesempitan huehehe. Nah, mungkin solusinya biar ngga capek jelasin apa itu freelancer, Mbak bikin tulisan aja yang selalu dibawa-bawa, kalo pas lagi ngumpul dan ada yang tanya, tinggal sodorin aja tulisan itu suruh mereka baca :))

    BalasHapus
  5. betul, kedisiplinan adalah kunci bertahan hidup jadi freelancer. kerasa banget sama pengalaman saya, meskipun dari luar orang menilai saya seperti bebas dan easy going tapi tetap aja keuangan bisa berantakan kalau saya gak disiplin :D

    BalasHapus
  6. Iya nih asik kayaknya jadi freelancer, mau dong ajarin

    BalasHapus
  7. menurutku enak banget ya,,malah sperti itu bisa ngatur waktu dan bisa kumpul sama keluarga :)

    BalasHapus
  8. Aku terharu membaca tulisanmu Mbak,.... ;-(

    BalasHapus
  9. dari dulu beginilah nasib pekerja serabutan

    BalasHapus
  10. Mending kalo ditanyain kerjaan... Biasanya sih ditanya: "libur ya mas?" b-(

    BalasHapus
  11. haha , baru baca mbak . wha tulisannya hebat dan skrng ane baru tau apa itu freelancer :3

    BalasHapus
  12. enaknya jadi freelancer lebih bebas dan tidak begitu terikat

    BalasHapus
  13. Halo, saya sedang ingin jadi freelancer tapi masih meraba raba dan bertanya tanya how to be a freelacer? Mohon bantuannya mbak/mas siapa tau saya bisa joint. Thanks

    BalasHapus
  14. pengalaman pahit menjadi freelancer,,, sampai sekarang. Saya dulu seorang pekerja yg setiap malam ikut freelancer mengikuti contest logo, saya menjalani hasilnya cukup lumayan alhamdulillah bisa buat dp rumah + angsuran tiap bulan hidupin anak istri, sampai tahun ke 3 saya keluar dari pekerjaan mau fokus ke freelancer pertimbangan saya kala itu selama 3 tahun hasilnya alhamdulillah byk menurut saya. tetapi setelah keluar fokus di freelancer pendapatan saya malah turun drastis, sering 1-2 bulan tidak ada hasil. padahal kebutuhan rumah semakin bertambah, ekonomi malah berantakan, kalo anda ingin menjadi freelancer berpikirlah 1000x untuk mendapatkan uang.

    BalasHapus

Posting Komentar

Apa yang Anda pikirkan setelah membaca tulisan ini?