Program Pemerintah Tidak Pro Rakyat

Saja jadi galau dadakan, setelah membaca ulang artikel saya sendiri, dimana sekilas saya menggambarkan bahwa KUR merupakan solusi tepat bagi kemaslahatan rakyat. Pada prakteknya, para pelaku usaha mikro, yang hanya memiliki izin usaha tidak tertulis, seolah dijegal oleh impian mereka sendiri. Sehingga, mereka pun lebih memilih untuk mengandalkan keuntungan bersih harian dalam mencapai target-target usaha. Saya pun bergulat dengan pemikiran-pemikiran pro dan kontra mengenai KUR, kemudian bermuara pada pertanyaan, seperti "kenapa pengusaha UMKMK membutuhkan dana dari inkubator, seperti KUR?" dan "jika inkubator tidak bisa menjamin para pengusaha mikro memperoleh pinjaman dari bank, kenapa disediakan KUR sebagai alternatif untuk membantu UMKMK yang feasible?"

Kredit Usaha Rakyat (KUR)
Photo by inspirasibangsa.com
Pertanyaan demi pertanyaan mulai bermunculan di benak saya. Satu pernyataan mengenai permasalahan KUR, diikuti satu pertanyaan. Informasi dari berita online, arsip negara, dan video realisasi KUR, seolah tidak sanggup memuaskan keingin-tahuan saya tentang KUR. Bahkan, saya jadi meragukan esensi dari program pemerintah tersebut.

Beberapa berita miring di media online, membuat citra bank terkesan masih setengah hati mendukung KUR. Tidak sedikit pelaku usaha mikro merasa dipersulit oleh prosedur, yang berujung pada penolakan. Bisa jadi, dana KUR dengan mudahnya mengucur kepada pengusaha skala menengah dan koperasi, tapi tidak sama halnya bagi pengusaha skala kecil dan mikro. Memang betul, bahwa setiap bentuk usaha, apapun skalanya, harus memiliki surat izin usaha agar terdata di Departemen Perindustrian dan Perdagangan. Hanya saja, tidak dapat dipungkiri bahwa pelaku usaha mikro, yang sehari-hari hanya mendagangkan panganan kecil melalui gerobak-gerobak sederhana atau sepeda butut sambil membonceng baskom hangat, tampak tidak memiliki ruang untuk masuk ke daftar pengusaha. Alasannya bermacam-macam, tetapi intinya tetap sama. Mungkin saja, pengusaha-pengusaha tersebut dinilai oleh pemerintah, belum layak disandingkan di jajaran pengusaha kelas menengah.



Jika sudah begini, para pengusaha mikro akan dipandang sebelah mata oleh pihak bank. Bahkan, tidak tanggung-tanggung mereka sering kali menjadi sasaran tembak untuk dicurigai sebagai satu-satunya pelaku usaha yang berpotensi menyalahgunakan dana pinjaman. Selaras dengan pernyataan seorang kawan, yang ikut menangani aliran dana KUR, yaitu:
"Ditakutkan, dana yang diperoleh dari bank penjamin KUR tidak digunakan untuk mendukung usaha. Melainkan untuk membayar hutang atau memenuhi kebutuhan sehari-hari."

Reaksi pertama saya atas kalimat tersebut adalah terdiam sejenak dan berpikir, "benar juga ya..." Namun, ketika saya memposisikan diri sebagai seorang pengusaha mikro, dimana saya tidak mampu menyewa tempat usaha, sehingga menjual dagangan dengan berjalan kaki sambil membawa tampah yang ditaruh di atas kepala, membuat saya merasa, "kalau begini terus, nunggu berapa tahun nieh biar usaha saya bisa maju?"

Komentar