Kisah Hidup Umar Ibn Khattab

Alhamdulillah... Akhirnya sukses juga menamatkan buku setebal 262 halaman berjudul, "Kisah hidup Umar Ibn Khattab".

Umar Ibn Khattab
Photo by goodreads.com
Menurut saya, pembahasan tentang beliau sangat menarik. Dr. Mustafa Murad menuliskan beragam karamah atau keistimewaan Sayyiduna Umar Ibn Khattab. Salah satunya Sayyiduna Umar Ibn Khattab memiliki pendengaran yang tajam, bahkan hingga ke medan perang, diceritakan oleh Aslam:
Suatu hari Sayyiduna Umar Ibn Khattab keluar rumah untuk mendirikan Shalat Jum'at. Ia pun menaiki mimbar, lalu ber-khutbah. Di tengah khutbah-nya, beliau berteriak, "Wahai Sariah Ibn Zuna'im! Awas gunung! Wahai Sariah Ibn Zuna'im! Awas gunung! Hendaklah seekor pengembala berhati-hati atas kambingnya terhadap seekor serigala."
Seruan Sayyiduna Umar pun membuat para jama'ah yang hadir saat itu kaget dan saling berpandangan. Wajar kalau mereka bingung, karena tiba-tiba saja beliau berteriak memanggil nama Sariah Ibn Zuna'im. Setelahnya, beliau pun melanjutkan khutbah hingga selesai.
Beberapa hari kemudian, Sariah Ibn Zuna'im pulang membawa kabar kemenangan. Sesampainya di kota, ia mengisahkan kepada para sahabat bahwa ketika berperang, ia mendengar suara yang menggelegar mirip suara Sayyiduna Umar Ibn Khattab berkata, "Wahai Sariah Ibn Zuna'im! Awas gunung! Hendaklah seekor pengembala berhati-hati atas kambingnya terhadap seekor serigala," yang ternyata pihak musuh tidak hanya menyerang dari sisi depan, melainkan juga dari sisi belakang, yang bersembunyi di balik gunung.
Salah duanya, --sebelumnya kan salah satu, sekarang salah dua, jadi yang betul tinggal delapan dikisahkan oleh Amr Ibn Ash, yang pada masa itu menjabat sebagai gubernur Mesir. Setelah Mesir berhasil ditaklukan oleh kaum muslimin, Sayyiduna Umar Ibn Khattab melarang penduduk Mesir untuk melaksanakan ritual-ritual yang bertentangan dengan ajaran Islam, salah satunya adalah membunuh gadis perawan sebagai persembahan kepada Sungai Nil.

Suatu ketika, Sungai Nil berhenti mengalir. Ceritanya, Sungai Nil ngambek ke rakyat Mesir karena udah gak dikasih tumbal lagi sejak kepemimpinan Islam. Maka, datanglah beberapa tetua Mesir ke Amr Ibn Ash.
"Wahai Amirul Mukminin, izinkanlah kami untuk melakukan ritual leluhur agar Sungai Nil kembali mengalir."
"Ritual apa itu?" Tanya Amr Ibn Ash.
"Leluhur kami setiap tahunnya selalu mempersembahkan darah segar seorang gadis perawan yang paling cantik seantero Mesir untuk dipinang oleh Sungai Nil," para tetua memberikan waktu untuk Amr Ibn Ash mempertimbangkan usulan, kemudian melanjutkan, "biasanya, setelah ritual tersebut selesai dilaksanakan, Sungai Nil akan kembali mengalir deras, sehingga ladang-ladang kami akan kembali subur, dan unta-unta serta hewan gembala menjadi gemuk-gemuk."
Amr Ibn Ash tidak langsung menjawab permintaan para tetua Mesir. Ia bingung, kalau ritual tidak dijalankan, maka Sungai Nil akan tetap surut hingga tahun-tahun berikutnya, sedangkan pemerintahan Mesir dijalankan berdasarkan hukum dan tata cara Islam dimana melarang adanya ritual persembahan seperti itu. Maka, Amr Ibn Ash segera mengirimkan surat kepada Sayyiduna Umar Ibn Khattab perihal surutnya Sungai Nil.

Sayyiduna Umar Ibn Khattab segera mengirim dua surat balasan, setelah membaca surat dari Amr Ibn Ash. Tapi... Satu surat ditujukan kepada Amr Ibn Ash, dan sisanya untuk Sungai Nil.

Nile River
Photo by newpidi.blogspot.com
Wealah! Pas pertama kali saya dengar kisah ini, batin saya, "kacau, haha! Sungai Nil dikirimi surat, serius nieh?" Tapi, ternyata serius lho, sahabat! Karena dalam surat yang ditujukan kepada Amr Ibn Ash, ia diperintahkan oleh Sayyiduna Umar Ibn Khattab untuk mencemplungkan surat yang satunya ke Sungai Nil.
Paham gak, sampai di sini?

Paham ya...? Jadi, tadi kan surat yang dikirimkan Sayyiduna Umar Ibn Khattab ada dua. Satu untuk Amr Ibn Ash, sedangkan satunya lagi untuk Sungai Nil. Kebayang gak nieh, sahabat? Sungai Nil dikirimi surat sama Sayyiduna Umar Ibn Khattab!
Kalau zaman sekarang nieh, abad millenium dimana teknologi udah kayak keripik atau kacang atom. Begitu denger Pak Susilo Bambang Yudhoyono --notabene orang nomor satunya Republik Indonesia, ngirim surat ke Sungai Kapuas, jangankan rakyatnya, kabinet-kabinet pun pada ngakak, ngetawain sampai kejungkel. Tapi, beda dengan zamannya Sayyiduna Umar Ibn Khattab. Wih! Semuanya segan, nurut, dan yakin dengan karamah Sayyiduna Umar. Gimana enggak?

Umar Ibn Khattab
Photo by detikislam.com
Waktu Gunung Uhud, di Madinah, bergetar. Bergoncang sampai semua orang pada lari kalang-kabut, tunggang-langgang karena tersiar kabar Gunung Uhud mau meletus, saking dahsyatnya goncangan, Sayyiduna Umar... --gerakan satu ini, apa ya istilahnya? Itu lho, waktu Arya Wiguna menghantamkan kakinya tiga kali ke tanah sambil bilang, "ini khan ghaya khamyuu?!" haha...

Oh! Saya ingat. Gerakan itu namanya, "menghentakkan kaki".

Jadi, saat Gunung Uhud bergetar, Sayyiduna Umar Ibn Khattab menghentakkan kaki dan tongkatnya ke tanah dan berseru, "Wahai Gunung Uhud! Tenanglah! Diamlah kamu. Jika engkau tidak menyukai kepemimpinanku terhadap kaum muslimin karena engkau menilai aku telah men-dzolimi rakyat dan bumi ini, maka biarlah Umar Ibn Khattab saja, Amirul Mukminin, pemimpin kaum muslimin, yang akan menanggungnya, dan janganlah kau timpakan kepada yang lain." Setelah itu, Gunung Uhud pun berhenti bergetar. Luar biasa, ya?

OK. Lanjut. Tadi sampai surat untuk Sungai Nil.

Amr Ibn Ash diperintahkan oleh Sayyiduna Umar Ibn Khattab untuk melemparkan gulungan surat satunya ke Sungai Nil. Dan beberapa saat, hanya dalam hitung detik, Sungai Nil langsung deras kembali, hingga sekarang. Penasaran sama isinya? Kira-kira seperti ini isi surat yang ditujukan untuk Sungai Nil:
Bismillahirahmanirahim. Dari Amirul Mukminin, Khalifatu Khalifah Rasulullah, Umar Ibn Khattab, kepada Sungai Nil. Amma ba'du.

Wahai Sungai Nil. Mengapa engkau surutkan airmu padahal engkau tahu, bahwa penduduk Mesir membutuhkannya untuk keseharian mereka.
Ketahuilah Sungai Nil.
Jika engkaulah yang mengalirkan air di tanah Mesir karena kehendakmu sendiri, maka tetaplah surut dan mati sajalah kamu. Akan tetapi, jika karena Allah yang membuatmu mengalir, maka aku akan memohon kepada-Nya yang Maha Hidup untuk memberikan kami kehidupan melalui sungai-sungai yang telah ia kehendaki untuk kami. Allahu Akbar.

Umar Ibn Khattab.

Komentar